Festifal Wisata Pasola 2017, Sebuah Tradisi Budaya Yang Mendunia

  • Whatsapp
Festifal Pasola 2017 di Lamboya, Sabtu (18/2/2017).
banner 468x60

PORTALNTT.COM, WAITABULA – Mendengar kata Pasola tentu tidak asing lagi bagi sebagian masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Pasalnya, kata Pasola sangat identik dengan bumi Sandelwood (sebutan lain untuk pulau sumba). Pasola, sebuah tradisi budaya masyarakat Sumba (kabupaten Sumba Barat dan Sumba Barat Daya) yang diwariskan turun temurun ini telah mendunia. Antusias para wisatawan yang datang menonton itu ada wisatawan lokal, nasional maupun internasional. Pada tahun 2016, Anugerah Pesona Indonesia, salah satu event yang dilakukan kementrian pariwisata Republik Indonesia sebagai salah satu event untuk memajukan pariwisata di Indonesia, menempatkan Pasola sebagai juara II kategori atraksi budaya terpopuler di Indonesia. Hal ini semakin meyakinkan, eksistensi Pasola sebagai suatu tradisi budaya yang tetap terjaga hingga saat ini.

Wisatawan asing yang datang menyaksikan acara Pasola.
Wisatawan asing yang datang menyaksikan acara Pasola.

Pasola secara etimologis, berasal dari kata sola atau hola yang berarti lembing atau tombak. Kemudian kata dasar sola atau hola mendapat awalan pa yang berarti saling. Jadi kata pasola dapat diartikan sebagai saling menombak atau menyerang dengan lembing.

Dan secara terminoligis, pasola berarti permainan ketangkasan melemparkan lembing atau tombak (tumpul) dari atas kuda ke arah “lawan” dalam rangkaian upacara tradisonal suku Sumba yang masih menganut agama asli yang disebut Marapu.

Tradisi pasola diadakan di empat lokasi berbeda di kabupaten Sumba Barat dan Sumba Barat Daya secara bergiliran.  Keempat tempat tersebut adalah kampung Kodi, Lamboya, Wonokaka, dan Gaura.  Waktu pelaksanaannya jatuh pada sekitar bulan Februari hingga Maret setiap tahunnya, tergantung dari penaggalan tradisonal Sumba.

Upacara pasola selalu diawali dengan serangkaian prosesi adat penangkapan nyale sebagai wujud rasa syukur terhadap anugerah Tuhan yang melimpah seperti suksesnya panen. Nyale adalah bahasa setempat untuk cacing laut yang apabila muncul dalam jumlah banyak di tepi pantai, maka ini merupakan pertanda baik buat masyarakat setempat. Kemunculan nyale merupakan lambang kemakmuran bagi masyarakat Sumba dan sekitarnya. Upacara penangkapan nyale dilaksanakan pada malam bulan pernama dan dipimpin oleh   Para Rato , pemuka adat Sumba.

Rato Tari Mone (memegang tongkat).
Rato Tari Mone (memegang tongkat).

Setelah upacara penangkapan nyale sukses yang ditandai dengan banyaknya hasil tangkapan yang kemudian “disidangkan” di hadapan Majelis Para Rato, maka setelah itulah upacara pasola dapat dilaksanakan. Pasola dilaksanakan di lapangan yang luas sebagai “medan pertempuran” dan disaksikan oleh seluruh warga dan wisatawan baik lokal maupun internasional.

“Pasola di Bondokawango ini, antara dua kampong kakak beradik, Bukubani (kakak) dan Tosi (adik). Dalam pelaksanaannya, kalau ada peserta yang terluka akan bisa segera disembuhkan dengan sebuah percikan air yang telah didoakan secara adat. Jadi untuk Pasola disini belum ada korban jiwa atau ada yang mati, tapi kalau ada yang mati dalam kepercayaan Marapu, korban yang terjatuh merupakan orang yang mendapatkan hukuman dari para Dewa karena telah melakukan dosa dan kesalahan dan darah yang tercucur dianggap dapat menandakan kesuburan tanah dan tanaman pada musim tanam,” kata Rato Tari Mone pada portalNTT di Bondokawango, Kodi, Senin (20/2/2017).

Ditanya tentang peran pemerintah daerah terhadap kegiatan Pasola ini, kata Dia, pemerintah terus memberikan perhatian dengan memberikan bantuan-bantuan seperti kuda dan juga perbaikan infrastruktur seperti pembangunan tribun di sekitar tempat pelaksanaan Pasola.

Pasola Belum Memberikan Rasa Nyaman?

Para peserta Pasola.
Para peserta Pasola.

Pelaksanaan Pasola yang dilaksanakan setiap tahun ini, rupanya belum memberikan rasa nyaman bagi para penonton. Hal ini terlihat dari masih minimnya sarana prasarana yang disediakan, maupun dari segi keamanana selama menonton.

Para penonton terpaksa harus berdiri di atas sepeda motor agar bisa menonton Pasola.
Para penonton terpaksa harus berdiri di atas sepeda motor agar bisa menonton Pasola.

Pantuan media ini, salah satu tempat pelaksanaan Pasola di daerah Lamboya. Nampak lautan para penonton berdiri mengelilingi arena, meskipun berdesak-desakan, mereka tidak mau melewatkan moment yang sangat dinanti-nati itu. Namun harapan para penonton seakan sirna karena serunya pertandingan yang dipertontonkan di arena, rupanya menjadi pemicu konflik diantara dua kelompok. Suasana yang begitu menegangkan langsung berubah menjadi rasa takut karena kericuhan dengan saling melempar batu pun tak dapat terelakkan. Seluruh penonton lari menyelamatkan diri dan meninggalkan arena Pasola. Sehingga pelaksanaan yang baru berlangsung kurang lebih setengah jam itu akhirnya bubar.

Anak-anak ini harus rela berpanas-panasan di atas mobil pick up agar bisa menyaksikan Pasola.
Anak-anak ini harus rela berpanas-panasan di atas mobil pick up agar bisa menyaksikan Pasola.

“Saya sangat kecewa karena baru pertama kali datang menonton pasola tapi sudah terjadi kekacuan,” kata salah seorang penonton yang diketahaui berasal dari Kupang dan engan menyebutkan namanya, Sabtu (18/02/2017).

Pemandangan berbeda terjadi di daerah Bondokawango, Kodi, Sumba Barat daya, kegiatan Pasola sempat terhenti, lantaran ada aksi protes yang dilakukan oleh sang Rato Tari Mone dan Maha Rondo. Menurut mereka, pihak kepolisian tidak seharusnya menyita parang-parang dari masyarakat, karena parang tersebut merupakan bagian dari busana adat yang dikenakan ketika datang menyaksikan acara Pasola. Namun, setelah dilakukan koordinasi dengan para Rato, Pasola pun bisa dilanjutkan kembali.

Kapolres Sumba Barat, AKBP Muhamad Erwin sedang memantau jalannya Pasola di Waienyo (kodi bawah), Selasa (21/2/2017).
Kapolres Sumba Barat, AKBP Muhamad Erwin sedang memantau jalannya Pasola di Waienyo (kodi bawah), Selasa (21/2/2017).

Kapolres Sumba Barat, AKBP Muhamad Erwin yang ditemui media ini mengatakan untuk menjaga keamanan saat pelaksanaan Pasola, Dia telah menurunkan personil dan dibantu dari polres Sumba Timur sehingga Dia menjamin pelaksanaan Pasola bisa aman dan lancar.

“Saya turunkan personil dari Polres  100 orang, dibantu dari Brimob sumba barat dan Sumba Timur serta dalmas dari Sumba Timur. Ini kan masih acara adat dengan budaya membawa parang, sebenarnya itu bertentangan dengan undang-undang darurat sehingga kita masih ada toleransi, dengan membawa parang itu dapat membahayakan penonton yang lain, nanti kalau ada kisruh, parang-parangan dan yang rugikan masyarakat,” kata Kapolres, saat memantau langsung kegiatan Pasola di Waienyo (kodi bawah), Selasa (21/2/2017).

Menurut Kapolres M. Erwin, Pasola ini merupakan kebanggan masyarakat jadi semestinya ini harus dijaga sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang bisa saja merusak suasana pelaksanaan Pasola.

“Saya menghimbau kepada masyarakat agar sama-sama menjaga Susana agar tetap kondusif, yang nonton ini kan banyak juga yang dari luar. Kita bisa lihat ada turis-turis mancanegara yang ikut datang menonton walaupun berdesak-desakan karena kondisinya seperti ini. Saya juga harapkan pemerintah agar lebih memperhatikan tempat pelaksanaan ini, misalnya dengan menyediakan tempat parkir yang baik sehingga tidak ada desak-desakan ataupun kemacetan begini,” ungkapnya. (Jefri)

Komentar Anda?

banner 300x250

Related posts

banner 468x60