HIPGABI NTT Gelar Seminar Nasional “Perawat Gawat Darurat Mendukung Gerakan Masyarakat Sehat”

  • Whatsapp
banner 468x60

PORTALNTT.COM, KOTA KUPANG – Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia (HIPGABI) Provinsi NTT menyelenggarakan Seminar Nasional tentang Gawat Darurat dan Bencana dengan tema “Perawat Gawat Darurat Mendukung Gerakan Masyarakat Sehat” yang dibuka oleh Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Provinsi NTT, Amelianus Mau, di aula Poltekes Kupang, Sabtu (29/7).

“PPNI sebagai organisasi profesi diharapkan mendukung dan tetap memberikan pengawasan terhadap anggotanya untuk meningkatkan kompetensinya,” ungkap Amelius ketua PPNI provinsi NTT.

Seminar nasional ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa jurusan kesehatan yang ada di Kota Kupang, pengurus HIPGABI NTT , perwakilan Rumah sakit pemerintah dan swasta, puskesmas dalam wilayah kota kupang, PMI, dan Badan Penanggulangan Bencana NTT dan Daerah.

Beberapa pembicara yang hadir sebagai pemateri dalam acara tersebut diantaranya, Ketua HIPGABI NTT, Dominggos Gonsalves, SKep.Ns.MSc.AIFM, Suhatman A. Hakim, kepala Divisi pendidikan dan pelatihan HIPGABI Sulsel, dan Appolonaris Thomas Berkanis, S.Kep.Ners.MH.Kes.

Menurut Ketua HIPGABI NTT, Dominggos Gonsalves, SKep.Ns.MSc.AIFM, seminar ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan para perawat, mahasiswa dan praktisi kesehatan dalam Kemampuan penanganan bidang gawat darurat dan tanggap darurat dalam menghadapi bencana khususnya dan pelayanan kepada masyarakat umumnya.

“Motto kami HIPGABI adalah ‘Diriku adalah solusi kegawat daruratan dan bencana di sekitarku’. Awalnya para pengurus merasa terbeban dengan motto ini karena tanggungjawab sosial yang dirasakan sangat besar, namun saya memberikan pemahaman bahwa tugas dan tanggung jawab kita adalah penolong oleh karena itu kami harus menjadi orang yang tanggap darurat dan memberikan pelayanan kepada masyarakat,” ungkapnya.

Dalam materinya tentang “Penanganan kegawatdaruratan Akibat Trauma”, Dominggos menekankan kepada para peserta seminar bahwa lebih baik mengetahui walaupun tidak dibutuhkan daripada saat dibutuhkan tapi tidak tahu apa-apa.

“Jadi kita sudah tahu pengetahuaanya, pada saat tidak dibutuhkan tidak apa-apa tapi lebih fatal jika kita tidak tahu pada saat kejadian itu dan kita tidak tahu apa-apa yang harus dilakukan,” tegasnya pada seluruh peserta seminar yang hadir.

Dominggos mengakui saat ini kepengurusan HIPGABI NTT masih banyak kendala salah satunya keterbatasan SDM sehingga belum sepenuhnya dapat memberikan yang terbaik bagi masyarakat.

“Tujuan jangka panjang kami yaitu bisa memberikan pelatihan penanganan bencana gawat darurat kepada seluruh masyarakat. Koordinasi telah kami lakukan dengan instansi terkait termasuk perguruan tinggi yang bergerak di bidang kesehatan. Bahkan rencana kami tukang ojek juga ingin kami latih bagaimana menangani keadaan darurat, tapi ini belum bisa kami jalankan, kami akan berupaya tahap demi tahap, apalagi HIPGABI ini baru dan belum memiliki kepengurusan sampai ke kabupaten yang ada di NTT,” jelas dosen Poltekes ini.

Lebih lanjut Dia mengatakan, banyak tanggapan miring masyarakat terhadap tenaga perawat, padahal menurutnya kesalahan itu tidak sepenuhnya harus dilimpahkan kepada petugas yang saat itu bertugas.

“Misalnya ada kecelakaan, karena ketidaktahuan orang-orang yang menanganinya pertama kali, begitu dibawa ke UGD lalu beberapa saat kemudian pasien meninggal. Nah, ini bukan kesalahan petugas sehingga perlu pemahaman dari keluarga tapi karena kepanikan dengan situasi yang membuat petugas dikambinghitamkan. Untuk itu kami inginkan agar pelatihan penanganan kedaruratan itu bisa diketahui oleh masyarakat,” tandas Dia.

Suhatman A. Hakim saat menyampaikan materi kepada para peserta.
Suhatman A. Hakim saat menyampaikan materi kepada para peserta.

Suhatman A. Hakim dalam pemaparan materinya tentang triage mengatakan, ketika korban datang pertama kali ke fasilitas kesehatan maka tim di fasilitas kesehatan itu harus bisa memilah kasus ini mana yang bisa segera ditolong dan mana yang bisa ditunda beberapa menit.

“Hampir di seluruh Indonesia masih memiliki keterbatasan peralatan seperti mobil ambulance yang belum dilengkapi dengan peralatan yang memadai, hal ini yang terkadang ketika ingin merujuk pasien maka ambulance akan berlari dalam kecepatan tinggi sehingga keselamatan diabaikan. Jangan heran ada pasien yang bisa matinya dua kali, pertama mati dalam perjalanan dan mati lagi kedua kali karena mobilnya terbalik, untuk itu ketika ingin merujuk pasien harus benar-benar memperhatikan kondisi pasien lalu mempertimbangkan dengan jarak yang akan dituju,” kata Suhatman.

Sementara itu Appolonaris Thomas Berkanis, S.Kep.Ners.MH.Kes dalam pemaparan materinya tentang etik dan legal mengatakan dalam prinsip kegawatdaruratan, menolong harus ada dua yaitu baik dan benar sehingga tidak terjadi konflik hukum. Untuk pelayanan kesehatan, setiap profesi kesehatan itu harus ada kepuasan.

“Ketika tolong dengan baik lalu keluarga pasien mengucapkan terimakasih itu bagian dari kepuasan bukan malah sebaliknya mengatakan kamu penjahat dan lainnya,” kata Apolonaris.

Menurutnya dalam melaksanakan tugas sebagai perawat tentu akan berhadapan dengan permasalahan yang mana berasal dari dalam diri perawat itu sendiri maupun yang dari luar. Tentang masalah kode etik, perawat saat ini mengalami pergeseran nilai, dimana lebih fokus pada hal-hal yang tidak penting saat menjalankan tugasnya.

“Selanjutnya masalah disiplin, banyak sekali yang tidak disiplin dalam menjalankan tugas. Teman-teman kalau datang overan jaga malam, infusnya lagi 100 cc atau 50 cc, dibuang ganti baru karena takut kelewatan, itu namanya tidak disiplin,” tegas Apolonaris.

Diakuinya dengan mengikuti seminar, maka akan mengupdate ilmu yang dimiliki karena selama kuliah tidak semua mata kuliah didapatkan.

“Dengan seminar kita dapat ilmu baru dengan apa yang disampaikan para pakar,” tandasnya.

Fransisca Regina CP. Kulas, salah satu peserta mengatakan apresiasi atas kegiatan ini karena mampu meningkatkan kualitas perawat dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan.

Ditanya tentang pengalaman dirinya sebagai perawat yang bertugas di UGD, Siska mengatakan punya pengalaman pada saat mendapatkan pasien dengan luka trauma hampir di sekujur tubuh dan saat itu harus mengambil keputusan manakah tindakan yang harus didahulukan dengan respon time yang cepat dan tepat sehingga mengurangi resiko kecacatan dan juga kematian.
“Waktu itu saya shift malam, tiba-tiba ada Pasien laki-laki yang dibawa ke UGD, dengan kondisi yang sangat mengerikan karena memiliki luka di sekujur tubuh karena kecelakaan. Saya pun lalu melakukan penanganan tension pneumothorax dimana ditandai dengan adanya jejas (memar,red) di daerah dada,” ungkap perawat di RSU Leona ini.

Pantuan media ini, Para peserta sangat antusias mengikuti seminar yang dilaksanakan ini. (Jefri)

Komentar Anda?

banner 300x250

Related posts

banner 468x60