PORTALNTT.COM, KUPANG – Bernadus Saduk, wartawan media online portalNTT.com menegaskan pernyataan Bupati Rote Ndao, Leonard Haning yang tidak mengenal wartawan yang dikasarinya dan dilansir sebuah media online hanyalah alibi. Pasalnya, sebagai seorang wartawan yang memiliki etika dan diberikan amanat oleh redaksi untuk menjalankan tugas jurnalistik di daerah kelahirannya, Ia telah menyerahkan surat tugas ke bagian umum pemerintah kabupaten Rote Ndao.
(Baca: Dugaan Kriminalisasi Pers Oleh Bupati Haning Sudah Berulang Kali)
“Saya sudah memasukkan surat tugas di bagian umum setda kabupaten Rore Ndao dan diterima sekretaris bagian umum, Mery Pandie, lalu ada tanda terima juga, jadi kalau Bupati mengatakan tidak mengenal saya maka itu hanyalah sebuah alibi untuk pembelaan diri semata,” kata Bernadus yag akrab disapa Nadus pada portalNTT, Minggu (9/7/2017).
Menurut Nadus, selain memasukkan surat tugas di bagian umum setda Kabupaten Rote Ndao, Ia juga menyerahkan surat tugasnya di bagian secretariat DPRD Rote Ndao dan di Humas Polres Rote Ndao.
“Saya merasa heran dengan Bupati Haning, ketika ada persoalan seperti ini lalu mengatakan tidak mengenal wartawan hanya dengan alasan surat tugas dan tidak terdata di bagian humas. Kalau Dia tidak kenal, mengapa pada saat insiden di rumah jabatan itu, Ia datang menghampiri dan memegang tangan saya bahkan melakukan pengumuman di depan umum yang jelas-jelas melecekan saya sebagai seorang jurnalis yang sedang melakukan tugas peliputan,” tegas Nadus.
Diberitakan sebelumnya, Dugaan kriminalisasi Pers yang dilakukan Bupati Rote Ndao, Leonard Haning rupanya bukan baru pertama kali dialami wartawan yang bertugas di bumi sejuta lontar. Pasalnya, sudah beberapa kali tindakan arogansi ditunjukkan oleh Bupati Haning terhadap Pers.
Feky Boelan, seorang wartawan Timex mengaku dirinya adalah korban arogansi orang nomor satu di Rote Ndao itu. Dimana Ia mendapatkan penolakan untuk meliput di Rote Ndao atas instruksi orang nomor satu itu.
Alhasil, Ia akhirnya ditarik oleh perusahaan tempat dia bekerja untuk segera meninggalkan Rote Ndao dan berpindah tugas di tempat yang baru, di Kupang.
Nasib miris ini sungguh disayangkan, karena Pers sejatinya adalah corong kebenaran yang selalu menyuarakan suara orang yang tak bersuara justru mendapatkan penolakan, padahal Pers adalah salah satu pilar pembangunan yang semestinya menjadi mitra pemerintah dalam menjalankan roda pemerintah.
“Sebagai putra daerah yang bertugas di daerah sendiri namun akhirnya mendapatkan penolakan, jujur saya merasa kecewa, apalagi kejadian ini kembali terjadi pada rekan wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik. Hal ini sangat disayangkan, apalagi dilakukan oleh pejabat publik yang semestinya mengerti tentang tata cara dan aturan yang berlaku,” ungkap Boelan pada portalNTT via telpon, Sabtu (7/7/2017).
Dia mengharapkan, kepada para pejabat atau siapa pun yang ada di Rote Ndao agar tidak lagi melakukan tindakan arogansi terhadap Pers dan merangkul Pers sebagai mitra dalam rangka membangun dan memajukan pembangunan di kabupaten terselatan NKRI.
“Semoga kejadian ini menjadi hikmah agar ke depan tidak ada lagi terjadi tindakan arogansi terhadap Pers karena tanpa Pers roda pembangunan akan pincang karena pemerintah akan berjalan tanpa menyadari akan kekurangan ataupun kesalahan yang ada sehingga lupa untuk memperbaikinya,” imbuh pria yang masih betah melajang ini dengan penuh harap.
Hal senada juga dikatakan Endang Sidin, wartawan surat khabar Erende Pos yang pernah merasakan perseteruan dan sikap arogansi seorang Bupati Leonard Haning. Menurutnya, Ia pribadi pernah berurusan dengan orang nomor satu di Rote Ndao itu sebanyak lima kali dan sampai menempuh jalur hukum tapi pada akhirnya tidak ada penyelesaian yang jelas.
“Saya pernah berurusan dengan Dia (Bupati Rote Ndao) sudah lima kali. Persoalan itu telah disampaikan ke Polda NTT tapi tidak ada penyelesaian yang jelas,” ungkapnya.
Puncak perseturuan itu, kata Endang, seluruh wartawan yang ada di Kupang pernah melakukan aksi demo dengan menuntut agar segala bentuk tindakan kekerasan atau kriminalisasi terhadap Pers harus dilawan.
Ditanya terkait tanggapannya terhadap kasus yang dialami wartawan portalNTT.com, Bernadus Saduk yang kini telah dilaporkan ke Polda NTT, menurut Dia, negara ini adalah negara hukum dan Pers dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh undang-undang Pers no 40 tahun 1999, oleh karena itu segala tindakan yang terjadi pada Pers harus diproses sesuai aturan hukum yang berlaku tanpa ada pandang bulu.
“Kalau sudah dilaporkan ke Polda NTT maka kita serahkan pihak kepolisian menyelesaikan kasus ini dan tidak segan-segan menindak siapa saja oknum yang diduga melakukan tindakan arogansi terhadap wartawan sehingga berujung pada penganiayaan. Ini suatu bentuk pembungkaman terhadap pers sehingga perlu dilawan. Saya yakin para penyidik akan melakukan tugasnya secara profesional, apalagi saat ini Polda NTT sudah naik status, tantunya pelayanan terhadap masyarakat akan semakin baik dan transparan,” tutupnya. (Jefri)