Dakwaan JPU Dinilai Lemah, Kuasa Hukum Erasmus Frans Ajukan Eksepsi

  • Whatsapp

Penulis: Daniel Timu

PORTALNTT.COM, ROTE NDAO – Sidang perdana kasus yang menjerat Erasmus Frans kembali menjadi sorotan publik. Pada Senin, 17 November 2025, tim Penasehat Hukum (PH) resmi menyatakan keberatan keras terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan.

Usai pembacaan dakwaan tersebut, tim Penasehat Hukum Erasmus Frans yang di hadiri oleh Rydo Manafe, SH, MH, Jidon Pello, SH dan Dance sinlaeloe, SH menyatakan keberatan terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Kepada media ini, Rydo Manafe, SH, MH, mengatakan bahwa pihaknya menilai dakwaan JPU dianggap “kabur, prematur, dan tidak berdiri di atas unsur hukum yang jelas”. Karena itu, sidang pada 24 November mendatang akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan eksepsi atas dakwaan tersebut.

“Ada beberapa hal dari tim PH yg menjadi dasar keberatan kami, salah satunya menyangkut dakwaan yang menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh postingan klien kami. JPU tidak dapat menjelaskan secara eksplisit dampak/akibat yang ditimbulkan dari postingan itu, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 28 ayat 3 UU no 1 thn 2024, menyangkut frasa kerusuhan dan pengertian kerusuhan yg dimaksud di dalam putusan MK 115/PUU-XXII/2024,” Jelas Rydo Manafe, SH, MH

“Jadi entah itu postingan ataupun komentar didalam postingan selama hal tersebut tidak menimbulkan kerusuhan di ranah fisik seperti yg diamanatkan di dlm pasal 28 ayat 3 UU no 1 tahun 2024 dan putusan MK no 115 tahun 2024, maka klien kami tidak dapat dipidana,” tambah Rydo Manafe, Tim PH Erasmus Frans.

Dari keseluruhan dakwaan, PH menilai JPU tidak dapat menunjukkan adakah kerusuhan yang terjadi akibat dari postingan Erasmus Frans ?
Siapa yang dirugikan secara fisik dari kerusuhan yang dimaksud ?
Bagaimana postingan Erasmus bisa memicu kekacauan di dunia nyata ?
serta apakah masyarakat terprovokasi sehingga menyebabkan benturan sosial ?

Untuk diketahui, Erasmus Frans Mandato adalah figur publik yang dikenal sangat vokal dalam isu lingkungan Pantai dan akses publik. Dia didakwa melanggar Pasal 45A ayat (3) jo. Pasal 28 ayat (3) UU ITE, tuduhan menyebarkan informasi bohong yang dianggap menimbulkan keresahan dan merugikan pihak korporasi, yakni PT Bo’a Development dan Nihi Rote.

Semua bermula dari postingan Facebook tanggal 24 Januari 2025, di mana Erasmus mengkritik adanya penutupan akses jalan ke Pantai Wisata Bo’a oleh pihak PT Boa Development dan NIHI Rote. Alhasil Erasmus Frans pun di polisikan dan kini kasusnya sudah masuk tahap persidangan di Pengadilan Negeri Rote Ndao.

Sidang lanjutan dengan pembacaan eksepsi akan menjadi momen penentu. Apakah Majelis Hakim akan mempertimbangkan argumen hukum PH yang bersandar pada UU dan putusan MK? Atau justru tetap melanjutkan dakwaan yang dinilai lemah ?

Kasus Erasmus Frans kini menjadi ujian transparansi dan ketegasan hukum di Rote Ndao dan Indonesia secara keseluruhan.

Komentar Anda?

Related posts