PORTALNTT.COM, KUPANG – Sinar matahari yang terik di pesisir Sabu Raijua ternyata bukan hanya membakar pasir dan bebatuan, tetapi juga mengasah kualitas butiran garam yang lahir dari tanah “negeri seribu lontar”. Putihnya berkilau, rasanya gurih alami, dan kadar mineralnya membuat garam asal pulau kecil di selatan Nusa Tenggara Timur ini kini melanglang buana.
Tak heran, empat perusahaan nasional kini berlomba-lomba berburu garam langsung dari Sabu Raijua. Mereka datang membawa tawaran kerja sama, membidik potensi besar yang selama ini tumbuh dari kerja keras petani garam lokal.
Fenomena ini menjadi bukti bahwa garam Sabu Raijua bukan sekadar komoditas, melainkan simbol keunggulan daerah yang siap bersaing di tingkat nasional bahkan internasional.
“Saat ini ada empat perusahaan yang sedang mencari garam dari Sabu Raijua. Karena banyak yang ingin membeli sehingga kita berupaya memenuhi permintaan mereka secara adil. Kita tidak mau mereka pulang dengan tangan kosong, setelah mereka sampai di Sabu Raijua,” ujar Penasehat PT. Nataga Raihawu Industri (NRI), Marthen Dira Tome pada Selasa, 17 September 2025 di Kupang.
Empat perusahaan yang saat ini sedang berburu garam dari Sabu Raijua adalah PT. Cheetam, PT. Susanti Mega yang punya garam kapal, PT. Garindo dan PT. Unichen.
Marthen mengakui, banyaknya permintaan karena kualitas garam dari Sabu Raijua termasuk garam kualitas super.
“Jadi kalo garam dari Sabu Raijua itu sudah tembus pasar nasional sudah dari dulu. Tahun 2025 saja kita sudah kirim puluhan ribu ton. Kondisi riil hari ini kita baru selesai muat di tol laut 500 lebih ton. Sebelumnya sudah diangkut 10 ribu ton milik PT. Cheetam. Mulai hari Senin muat lagi 2000 ton milik PT. Susanti Mega yang punya garam meja cap kapal dan akan disusul dengan PT Garindo dan Unichen,” papar Marthen.
Maerthen Dira Tome mengatakan, Presiden Prabowo Subianto telah menutup kran impor garam dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 17 tahun 2025. Ini menandai komitmen kuat untuk mewujudkan swasembada garam tahun 2027 dan meningkatkan usaha pergaraman dalam negeri. Dengan demikian, kebutuhan garam nasional harus dipenuhi oleh tambak-tambak dalam negeri, membuka peluang besar bagi provinsi-provinsi yang memiliki potensi besar dalam produksi garam.
Bupati pertama di Kabupaten Sabu Raijua itu menegaskan, Nusa Tenggara Timur, dengan iklim semi aritnya yang menawarkan musim panas lebih lama, menjadi salah satu wilayah yang sangat potensial untuk menjadi daerah penghasil garam. Kabupaten Sabu Raijua, dengan tambak garam yang menggunakan teknologi geomembran, telah menunjukkan hasil yang luar biasa.
“Garam yang dihasilkan bersih dan putih seperti kristal, dengan kadar Natrium Klorida (NaCl) mencapai 98%. Faktor alam yang mendukung, seperti panas yang konsisten, angin yang stabil, dan air laut yang tidak tercemar, menjadikan Sabu Raijua sebagai salah satu daerah penghasil garam terbaik,” ujar Marthen.
Produktivitas lahan di Sabu Raijua ungkap Marthen Dira Tome, sungguh mengesankan, dengan satu hektar lahan kinu mampu menghasilkan hingga 60 ton garam per bulan. Ini bukan hanya menunjukkan potensi besar bagi Kabupaten Sabu Raijua tetapi juga bagi Provinsi Nusa Tenggara Timur secara keseluruhan. Dengan penutupan impor garam, NTT memiliki peluang emas untuk menjadi salah satu penyumbang utama kebutuhan garam nasional.
“Langkah ini bukan hanya tentang meningkatkan produksi garam, tetapi juga tentang membangun kemandirian dan meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Dengan teknologi yang tepat dan dukungan yang kuat, NTT dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam mencapai swasembada garam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,” ujarnya.
Marthen Dira Tome juga berpesan kepada semua pihak yang terlibat dalam penanganan garam Sabu mulai dari hulu atau tambak, proses pengkutan atau kondektur dan sopir serta para buruh dipelabuhan menjaga kualitas garam Sabu Raijua.
“Panas matahari tidak boleh dilihat sebagai bencana tetapi harus ditatap sebagai anugerah. Karena Tuhan sudah kasih anugerah, maka kita boleh menjual kemiskinan dengan berbagai macam alasan kesulitan” tegas Marthen .
Mantan Kabid PLS NTT itu menegaskan, membangun tambak garam di Sabu Raijua, akan menciptakan efek domino yang luar biasa. Rantai kehidupan ekonomi yang terbangun akan memberikan manfaat bagi banyak orang, dari pekerja tambak hingga pedagang kaki lima di dermaga. Dengan demikian, garam bukan hanya menjadi komoditas ekonomi tetapi juga simbol kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat.
“Tugas pemimpin itu mencari dan menemukan serta mengolah potensi yang ada di daerah untuk membangun daerah dan masyarakatnya. Sabu Raijua dan NTT secara keseluruhan dapat melangkah menuju masa depan yang lebih cerah. Garam bukan hanya komoditas, tetapi simbol harapan dan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat,” pungkas Marthen.