PORTALNTT.COM, LARANTUKA – Penampilan drama Kolosal perjuangan Herman Fernandez pahlawan asal Kabupaten Flores Timur (Flotim) yang ditampilkan pelajar SMA PGRI Larantuka binaan Kodim 1624/Flotim, meriahkan HUT TNI ke 72 tahun 2017 yang diselenggarakan Makodim 1624/Flotim, di Lapangan apel Kodim 1624/Flotim, Kamis (05/10/2017).
Drama kolosal perjuangan ini juga merupakan bagian dari serangkaian acara dalam memeriahkan HUT ke- 72 TNI, selain penampilan marcin band SMP Negeri 1 Larantuka, defile pasukan dan alutsista TNI yang memukau ratusan penonton.
Di hadapan sejumlah pejabat daerah dan ratusan penonton yang memadati halaman utama Makodim 1624/Flotim, pementasan drama kolosal tentang perjuangan Herman Fernandez pahlawan asal Flotim saat melawan Belanda menjadi tontonan menarik.
Untuk diketahui, drama tersebut berkisah tentang perjuangan pahlawan Flotim yang sangat ditakuti penjajah Belanda yaitu Herman Fernandez dalam mempertahankan tanah pusaka dari penjajahan Belanda.
Dalam cerita itu, Herman Fernandez atau Yosep Herman Fernandez lahir pada tanggal 3 Juni 1925 di Ende, sebuah kabupaten ditengah pulau Flores. Kedua orang tuanya, Markus Suban Fernandez dan Fransisca Theresia Pransa Carvallho berasal dari Larantuka sehingga sosoknya lebih dekat di hati masyarakat Larantuka.
Pada tahun 1941 Ia tamat dari Schakel School (SMP zaman Belanda) dan berencana melanjutkan ke Hollands Inlandsce Kweekshcol (HIK) Muntilan atau Sekolah Guru Bantu (HGB) bersama sahabatnya Frans Seda, mantan menteri keuangan Orde Lama dan menteri perhubungan di Kabinet Pembangunan I.
Di HIK Muntilan, Herman Fernandez menjalin persahabatan dengan Yos Sudarso –teman sebangkunya, Slamet Riyadi, Alex Rumambi, mantan Dirjen Protokol dan Konsuler Deplu-RI yang berjuang bersamanya di Sidobunder serta tokoh-tokoh nasional lainnya.
Sayangnya baru setahun bersekolah, Jepang sudah menduduki pulau Jawa sehingga merekapun diangkut ke Mertoyudan untuk dilatih menjadi Sainendan dan Kaibonden. Hal ini ditolak oleh Herman Fernandezdan teman-temannya yang berasal dari luar pulau Jawa dan diam-diam mereka menumpang kereta api ke Yogyakarta.
Dikisahkan, pada sebuah pertempuran sengit, menghadapi pasukan Belanda, hujan mortir dan peluru-peluru musuh menggempur pos mereka dan pos tentara pelajar lainnya. Mereka berusaha membalas namun keunggulan jumlah senjata dan pasukan membuat pasukan Maulwi Saelan tercerai berai. Hal ini menyebabkan Herman Fernandez beserta beberapa temannya (La Indi, LaSinrang dan Losung) terpisah dari pasukan induk. Peperangan jarak dekat pun terjadi bahkan sesekali terjadi duel satu lawan satu dengan menggunakan bayonet karena mereka kehabisan peluru. Losung dan La Indi akhirnya tertangkap dan ditembak mati di tempat. Herman Fernandez kepergok seorang opsir Belanda namun peluru La Sinrang yang tinggal satu-satunya berhasil menembus dada opsir tersebut.
Tembakan pasukan Belanda lainnya yang semakin mendekat membuat Herman Fernandez dan La Sinrang yang sudah kehabisan peluru berpencar. Pasukan Belanda berhasil menangkap La Sinrang, namun Herman Fernandez berhasil meloloskan diri. Kematian La Indi dan Losung serta tertangkapnya La Sinrang segera dilaporkannya kepada Maulwi Saelan yang segera mengumpulkan pasukannyayang tersisa. Ternyata Alex Rumambi tidak ada dan tidak diketahui keberadaanya maka Herman Fernandez segera ditugaskan oleh Maulwi Saelan untuk mencarinya.
Tugas ini dijalankan oleh Herman Fernandez dengan penuh tanggung jawab dan ia berhasil menemukan Alex Rumambi yang terluka parah karena tertembak serta tersayat bayonet. Alex Rumambi sempat dibopongnya sejauh beberapa meter namun kondisi medan berupa kebun kelapa yang terbuka membuat mereka mudah dilihat oleh pasukan Belanda.
Pertempuran pun terjadi di antara batang-batang pohon kelapa dan akhirnya Herman Fernandez ditangkap setelah tertembak di kaki. Alex Rumambi yang terluka para tidak digubris oleh Belanda karena disangka sudah tewas. Herman Fernandezs empat ditahan di beberapa tempat sebelum akhirnya bertemu dengan La Sinrang.
Saat tertangkap, Herman Fernandez berusaha melindungi kawannya dengan mengakui bahwa dialah yang membunuh sersan tersebut. Mereka sering disiksa semena-mena oleh tentara Belanda. Di tempat dimana Ia ditahan, Herman Fernandez pernah ditanya lebih memilih mana Negara Indonesia Timur atau Yogyakarta, namun dengan lantang ia menjawab, “Kami kenal dan kami pertahankan cuma satu, Negara Republik Indonesia”. Jawabannya membuat ia semakin disiksa sebelum akhirnya dibawa oleh beberapa tentara Belanda dan tidak diketahui kabarnya hingga kini.
Tugu peringatan bagi kusuma bangsa yang gugur di daerah Yogyakarta dan sekitarnya antara tahun 1945-1949. Salah satunya adalah Herman Fernandez. Sebelum berpisah, Herman Fernandez sempat berpesan pada La Sinrang sahabatnya, “Kalau nanti saya masti ditembak. Tolong sampaikan salam saya untuk teman-teman dan tunangan saya di Asrama Katolik Magelang. Jangan takut mati. Mati ditembak lebih baik daripada mati konyol”. Herman Fernandezpun pergi dari hadapan La Sinrang untuk selamanya.
Semarak HUT TNI ke-72 di Kodim 1624/Flotim juga dimeriahkan dengan tarian tabelo. Tarian dari Maluku ini dibawakan oleh prajurit TNI dari Kodim 1624 Flotim bersama istri-istri mereka. Suasana kemeriahkan pada HUT TNI ke-72 ini juga diisi dengan berbagai macam kegiatan lainnya oleh keluarga besar Kodim 1624 Flotim yang juga membawahi Kabupaten Lembata. (Ola)