Penulis: Daniel Timu
PORTALNTT.COM, ROTE NDAO – Proses hukum perkara dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menjerat terdakwa Erasmus Frans Mandato kembali menuai sorotan tajam publik. Sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Rote Ndao, Selasa (17/12/2025), lagi-lagi ditunda, dan ini sudah kedua kalinya penundaan sidang dalam perkara ini.
Sidang yang semestinya dimulai pukul 10.00 WITA justru molor hingga 12.00 WITA, bukan karena agenda teknis, melainkan akibat ketidakhadiran saksi korban, Samsul Bahri, yang kembali mangkir dari panggilan pengadilan untuk didengar keterangannya.
Saat membuka persidangan, Ketua Majelis Hakim mempertanyakan kesiapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam menghadirkan saksi korban. Namun JPU secara terbuka mengakui belum mampu menghadirkan saksi, meski telah dilakukan pemanggilan secara patut sesuai ketentuan hukum.
Ironisnya, JPU kemudian menyerahkan sebuah surat pemberitahuan kepada majelis hakim yang menyebutkan alasan ketidakhadiran saksi korban karena istrinya sedang melahirkan. Alasan tersebut justru menuai reaksi keras dari majelis hakim.
Majelis menilai surat tersebut tidak layak secara hukum untuk dijadikan dasar penundaan sidang. Bahkan, majelis secara tegas menyatakan alasan tersebut tidak masuk akal dan tidak dapat membenarkan absennya saksi korban dalam perkara pidana yang sedang berjalan.
Sebagai respons, majelis hakim memerintahkan JPU untuk menghadirkan Samsul Bahri secara paksa, dengan melibatkan bantuan aparat keamanan negara. Untuk agenda selanjutnya, pemeriksaan saksi dijadwalkan dilanjutkan pada Kamis, 18 Desember 2025, dengan penegasan agar JPU menghadirkan saksi fakta.
Tak hanya itu, majelis juga memberikan kesempatan terakhir kepada JPU untuk menghadirkan saksi korban hingga 22 Desember 2025. Jika kembali mangkir, konsekuensi hukum akan menjadi pertimbangan serius majelis.
Penasihat Hukum Erasmus Frans Mandato, Harri Pandie, SH, MH kepada media ini menyatakan keprihatinan mendalam atas penundaan sidang yang kembali terjadi. Menurut mereka, ketidakmampuan JPU menghadirkan saksi korban telah mencederai asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
“Klien kami tetap ditahan tanpa kepastian hukum yang jelas. Penundaan berulang ini hanya menambah daftar hitam penegakan hukum di Rote Ndao,” tegas Harri Pandie, SH, MH
Lebih lanjut, Harri Pandie juga mempertanyakan komitmen saksi korban dalam pertanggungjawabkan laporan yang telah dibuat.
“Jika korban tidak berani hadir memberikan keterangan di bawah sumpah, seharusnya jangan membuat laporan yang berujung pada penahanan seseorang. Ini bentuk lari dari tanggung jawab,” ujar Harri Pandie, SH MH, Kuasa Hukum Erasmus Frans.
Kuasa hukum juga mengingatkan prinsip dasar hukum pidana Actori Incumbit Probatio, yakni siapa yang mendalilkan, dialah yang wajib membuktikan. Dalam perkara ini, menurut mereka, justru muncul kejanggalan serius karena korban dua kali mangkir dari panggilan pengadilan untuk membuktikan dalil laporannya sendiri.
Kuasa hukum Erasmus Frans Mandato juga menegaskan pihaknya sangat siap menghadapi saksi korban dan saksi-saksi lain di persidangan. Bahkan, mereka secara terbuka menyatakan akan menempuh langkah hukum serius apabila keterangan yang disampaikan nantinya terbukti tidak benar.
“Jika kami dapat membuktikan adanya keterangan palsu di persidangan, kami akan meminta majelis hakim menyatakan saksi memberikan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 242 KUHP,” tegas Harri Pandie.
Untuk diketahui, Samsul Bahri adalah Manajemen PT Boa Development yang sejak Februari 2025 lalu melaporkan postingan Facebook dari Erasmus Frans. Dimana pada postingan itu Erasmus Frans mengkritik adanya penutupan akses masuk ke tempat wisata Pantai Bo’a yang dilakukan oleh PT Boa Development. Namun akhirnya Erasmus Frans di jerat dengan UU ITE.






