Penulis: Daniel Timu
Editor: Jefri Tapobali
PORTALNTT.COM, ROTE NDAO – Awan gelap tengah menggantung di atas kawasan wisata Pantai Bo’a, Kecamatan Rote Barat, Kabupaten Rote Ndao.
Di balik panorama pasir putih dan ombak yang memukau, tersimpan aroma tajam dugaan praktik korupsi yang kini menjadi sorotan publik. Tanah milik masyarakat yang dihibahkan kepada Pemda Rote Ndao, kini seolah berujung pada dugaan skandal yang dilaporkan secara resmi oleh masyarakat kepada Kejaksaan Negeri Rote Ndao.
Dalam Laporan Pengaduan Masyarakat yang diterima media ini, dijelaskan bahwa polemik tersebut berawal dari sejak tahun 2010 dimana masyarakat Desa Bo’a secara sukarela menghibahkan tanah mereka dengan luas sekitar 7 Hektar tanah kepada Pemda Rote Ndao demi mendukung pengembangan pariwisata daerah.
Namun, setahun kemudian, tepatnya di tahun 2011 tanpa sepengetahuan masyarakat, tanah tersebut dialihkan pengelolaannya kepada PT Bo’a Development melalui sebuah Nota Kesepahaman (MoU) Nomor : HK.50 Tahun 2011, dan Nomor: 03/BO’A/PK/XI/2011, Tentang Pembangunan dan Pengelolaan Resort Pantai Bo’a di Kecamatan Rote Barat. Namun anehnya, luas lahan tanah yang tercatat dalam MoU tersebut hanya seluas 61.783 meter², jauh berkurang dari luas hibah awal yang diberikan oleh masyarakat.
Kejanggalan berlanjut pada tahun 2014 saat dilakukan Perubahan Perjanjian kerjasama antara Pemda Rote Ndao dan PT. Boa Development yang tertuang dalam dokumen Adendum I (pertama) Nomor : HK 16 Tahun 2014, justru menyusutkan kembali luas lahan tanah menjadi hanya seluas 55.125 meter².
Penyusutan luas tanah tersebut tidak pernah dijelaskan secara transparan kepada publik, terutama kepada masyarakat penghibah tanah hingga menimbulkan dugaan adanya penghilangan sebagian aset milik daerah.
Tak hanya soal luas tanah, perubahan paling mencolok adalah pada nilai kontribusi PT Bo’a Development. Dalam MoU tahun 2011, PT Boa Development berkewajiban menyetor sebesar 20% dari keuntungan bersih tahunannya kepada Pemda Rote Ndao. Namun dalam adendum (perubahan) perjanjian kerjasama di tahun 2014, besaran kontribusi yang harus dibayarkan oleh PT Boa Development setiap tahun kepada Pemda Rote Ndao, menyusut drastis menjadi hanya sebesar 2% untuk 10 tahun pertama, dan sebesar 3% untuk 10 tahun kedua, juga sebesar 5% pada 10 tahun ketiga (terakhir).
Penurunan besaran kontribusi ini terkesan merugikan Pemda Rote Ndao, mengingat nilai properti di kawasan Pantai Bo’a itu selalu meningkat setiap tahunnya.
Sebagai bagian dari promosi wisata, dalam perjanjian kerjasama tersebut, PT Bo’a Development juga diwajibkan menggelar lomba selancar secara rutin setiap tahun. Tapi sejak tahun 2011 hingga kini, tak pernah sekali pun PT Boa Development menggelar lomba selancar.
Ironisnya, Pemkab Rote Ndao juga terkesan tutup mata terhadap pelanggaran ini, menambah daftar panjang kelalaian dan dugaan pembiaran terhadap kontrak yang diabaikan.
Sisi paling mencolok dari laporan warga adalah adanya dugaan manipulasi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Tahun 2023, tercatat kontribusi yang dibayarkan oleh PT. Boa Development kepada Pemda Rote Ndao terbagi sebagai berikut ;
a). 10 Tahun Pertama : 2% dari NJOP ditambah harga berlaku dibagi 2 dikali luas tanah = Rp 99.721.125 per tahun
b). 10 Tahun Kedua : 3% dari NJOP ditambah harga berlaku dibagi 2 dikali luas tanah = Rp 149.581.687 per tahun
c). 10 Tahun Ketiga : 5% dari NJOP ditambah harga berlaku dibagi 2 dikali luas tanah = Rp 249.302.812, per tahun dan secara total pembayaran kontribusi dari tahun 2015 hingga tahun 2023 disebutkan mencapai Rp 797.769.000
Besar dugaan masyarakat bahwa kontribusi yang dibayarkan PT Bo’a Development itu dihitung dengan memakai NJOP terendah di Desa Bo’a, yakni hanya sebesar Rp 7.000/m².
Sementara NJOP tanah di Desa Bo’a sebenarnya berkisar antara paling rendah Rp 7.000/m² hingga paling tertinggi sebesar Rp 400.000/m². Dengan hitungan tersebut, PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang masuk ke kas daerah sangat kecil, jauh dari potensi aslinya.
warga beranggapan bahwa seharusnya pembayaran kontribusi tersebut memakai angka tertinggi dari NJOP tanah di Desa Bo’a, yaitu sebesar Rp 400.000/m² karna berada tepat di lokasi wisata Pantai Bo’a yang merupakan kawasan wisata unggulan dengan akses strategis.
Selain itu, Warga juga melampirkan sejumlah dokumen resmi, termasuk salinan MoU 2011, adendum 2014, beberapa berkas pendukung lainnya dan surat resmi kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Rote Ndao dengan harapan agar pihak Kejari Rote Ndao bisa segera menindaklanjuti laporan tersebut, mulai dari Penghitungan kerugian negara, serta mengungkap aktor utama di balik dugaan Skandal tersebut.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Rote Ndao, Febrianda Ryendra, SH saat dikonfirmasi media ini di ruang kerjanya membenarkan bahwa pihaknya secara resmi telah menerima laporan pengaduan masyarakat dan menyatakan untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut sesuai dengan ketentuan aturan hukum.
“Tadi Kami sudah terima laporan resmi dari masyarakat soal dugaan kerugian negara atas kerjasama pemanfaatan lahan antara Pemda Rote Ndao dan PT Boa Development. Kami siap bekerja menindaklanjuti laporan masyarakat itu sesuai ketentuan aturan hukum,” tegas Kajari Rote Ndao, Febrianda Ryendra, SH.
Selain itu, sesuai dengan informasi dari Kepala Kantor UPTD KPH Rote Ndao, Nic Ndoloe, S.Hut kepada media ini pada Jumat (14/2/2025) lalu, juga menjelaskan bahwa PT Boa Development terbukti menggunakan kayu mangrove sebanyak 2.200 batang sebagai pagar hotel Nihi Rote yang diperoleh secara ilegal dari kawasan hutan lindung mangrove Loudanon, Desa Oebela, Kecamatan Loaholu. Hal tersebut merupakan bentuk perbuatan ilegal yang sudah melanggar hukum.
Kendati demikian, kasus penggunaan kayu mangrove secara ilegal oleh PT Boa Development itu masih dalam penyelidikan Polres Rote Ndao, dan hingga kini Polres Rote Ndao sama sekali belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Bahkan barang bukti temuan dari UPTD KPH Rote Ndao berupa kayu Mangrove yang dibuat jadi pagar itu pun sampai kini masih berdiri kokoh di kawasan hotel Nihi Rote yang tengah dibangun oleh PT Boa Development.