PORTALNTT.COM, BAJAWA – Kejaksaan Negeri Bajawa dinilai gunakan hasil audit berdasarkan surat perintah penyidikan yang tidak sah dalam kasus tipikor Malasera.
Dalam kasus dugaan tipikor, Pelepasan Hak Atas Tanah Aset Pemkab Nagekeo Kepada PT. Prima Indo Megah Sebagai Pembangunan Rumah Murah di Malasera – Kelurahan Danga, Kecaman Aesesa, Kabupaten Nagekeo – Propinsi NTT, atau yang lebih dikenal sebagai Kasus Malasera.
Kepala Kejaksaan Negeri Bajawa (Raharjo Budi Kisnanto, SH, MH) melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT – 01/P.3.18/Fd.1/01/2015 sampai dengan Nomer : PRINT – 07/P.3.18/Fd.1/01/2015 tertanggal 5 Januari 2015 telah menetapkan 7 orang sebagai tersangka kasus tersebut yaitu Yohanes Samping Aoh, Yulius Lawotan, Firdaus Adi Kisworo, Wake Petrus, Fransiskus Rogha(Alm), Ahmad Rangga dan Monika Ernestina Imaculata Saquera.
Selanjutnya pada bulan Mei 2015 salah satu tersangka atas nama Firdaus Adi Kisworo selaku Direktur Utama PT.Prima Indo Megah telah mengajukan Permohonan Praperadilan melalui Pengadilan Negeri Bajawa terkait Penetapan Tersangka oleh Kajari Bajawa tersebut, dimana kemudian Pengadilan Negeri Bajawa melalui Putusan Nomor : 01/PID.PRA/2015/PN.BJW tertanggal 1 Juni 2015,
mengabulkan Permohonan Praperadilan dari tersangka Firdaus Adi Kisworo itu dan pada pokoknya memutuskan bahwa Penetapan Tersangka oleh Kajari Bajawa terhadap Firdaus Adi Kisworo adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat serta menyatakan proses penyidikan oleh Kajari Bajawa dalam Kasus Malasera adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Dalam surat tertulis yang diterima portalNTT melalui Meridian Dewanta Dado, SH , Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT (TPDI-NTT) mengatakan,bunyi Putusan Praperadilan yang menyatakan proses penyidikan oleh Kajari Bajawa dalam Kasus Malasera adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
“Maka dengan sendirinya proses penyidikan Kasus Malasera berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomer : PRINT – 01/P.3.18/Fd.1/01/2015 sampai dengan Nomor : PRINT – 07/P.3.18/Fd.1/01/2015 tertanggal 5 Januari 2015 adalah tidak berlaku lagi, sehingga dengan merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomer : 21/PUU-XII/2014, maka Kajari Bajawa membuka kembali proses penyidikan baru atas Kasus Malasera tersebut, dimana kemudian berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomer : PRINT – 01/P.3.18/Fd.1/02/2016 sampai dengan Nomor: PRINT – 05/P.3.18/Fd.1/02/2016 tertanggal 2 Februari 2016 dan SPRINDIK Nomer : PRINT – 36/P.3.18/Fd.1/12/2016 tertanggal 6 Desember 2016 sebagaimanadiperbaharui dan ditambah dengan Surat Perintah Penyidikan Nomer : PRINT – 29/P.3.18/Fd.1/10/2016 sampai dengan Nomer : PRINT – 33/P.3.18/Fd.1/10/2016 tertanggal 3 Oktober 2016 dan SPRINDIK Nomor: PRINT -06/P.3.18/Fd.1/02/2017 tertanggal 13 Februari 2017.” Kata Meridian Dewanta Dado.
Maka lanjutnya,Kajari Bajawa kembali menetapkan Yohanes Samping Aoh cs sebagai para tersangka Kasus Malasera. Dalam berbagai kesempatan Kajari Bajawa selalu berdalihakan segera melakukan penahanan terhadap para tersangka Kasus Malasera apabila sudah diperoleh hasil audit perhitungan kerugian negara dari BPKP perwakilan NTT.
“ kami telah mendapatkan informasi bahwasanya hasil audit perhitungan kerugian negara yang dimohonkan perhitungannya oleh Kajari Bajawa sejak bulan Januari 2015 kepada BPKP perwakilan NTT itu telah diperoleh, namun demikian kami wajib mempertanyakan keabsahan dan validitashasil audit perhitungan kerugian negara dari BPKP perwakilan NTT tersebut khususnya menyangkut legalitas permohonan atau permintaan audit perhitungan kerugian negara yang didasarioleh Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT – 01/P.3.18/Fd.1/01/2015 sampai dengan Nomor: PRINT – 07/P.3.18/Fd.1/01/2015 tertanggal 5 Januari 2015 yang sudah dinyatakan tidak sah berdasarkan Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Bajawa Nomor: 01/PID.PRA/2015/PN.BJW tertanggal 1 Juni 2015.”Katanya.
Oleh karena itu dikatakannya, agar Kajari Bajawa tidak terlanjur menjadi pelaku yang menyalahgunakan wewenangnya karena menggunakan hasil audit kerugian negara berdasarkan Surat Perintah Penyidikan yang tidak sah dalam proses penyidikan Kasus Malasera. Maka TPDI-NTT meminta agar Kajari Bajawa segera menyempurnakan proses permohonan perhitungan kerugian negara melalui proses penyidikan yang valid dengan didasari oleh Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT – 01/P.3.18/Fd.1/02/2016 sampai dengan Nomor : PRINT – 05/P.3.18/Fd.1/02/2016 tertanggal 2 Februari 2016 dan SPRINDIK Nomor: PRINT – 36/P.3.18/Fd.1/12/2016 tertanggal 6 Desember 2016 sebagaimana diperbaharui dan ditambah dengan Surat Perintah Penyidikan Nomer :PRINT – 29/P.3.18/Fd.1/10/2016 sampai dengan Nomor : PRINT – 33/P.3.18/Fd.1/10/2016 tertanggal 3 Oktober 2016 dan SPRINDIK Nomor : PRINT -06/P.3.18/Fd.1/02/2017 tertanggal 13 Februari 2017.(Ola)