Kembali Memanas, Semua Akses Masuk Ke Hotel NIHI Rote Terancam Diblokir Permanen

  • Whatsapp

Penulis: Daniel Timu

PORTALNTT.COM, ROTE NDAO – Polemik panjang terkait akses masuk ke Pantai Bo’a di Desa Bo’a, Kecamatan Rote Barat kembali memanas. Warga Desa Bo’a yang tergabung dalam komunitas GEMAP (Gerakan Masyarakat Pesisir) kembali melakukan aksi unjuk rasa di pintu bagian barat menuju Hotel Nihi Rote.

Aksi demonstrasi yang berlangsung pada, Senin (20/10/2025) dilakukan oleh GEMAP sebagai bentuk protes keras terhadap adanya penutupan akses masuk Pantai Bo’a yang dilakukan oleh PT Boa Development, perusahaan yang sementara ini sedang membangun Hotel Nihi Rote di pesisir pantai Bo’a.

Dalam aksi demo tersebut, GEMAP menuntut agar Pemda Rote Ndao segera memberikan solusi terbaik dalam menyelesaikan polemik terkait akses masuk ke Pantai Bo’a. GEMAP meminta agar Pemda Rote Ndao memberikan akses jalan permanen bagi masyarakat untuk bisa mengakses ke Pantai Bo’a.

Sepsi Mbatu selaku Koordinator Umum aksi demonstrasi tersebut menjelaskan bahwa aksi tersebut dilakukan sebagai suatu bentuk peringatan keras kepada PT Boa Development dan Pemdes, terkhususnya Pemda Rote Ndao dan tidak segan untuk melakukan pemblokiran secara permanen terhadap semua akses jalan masuk ke Hotel Nihi Rote.

“Hari ini kami ada aksi damai dan pemblokiran jalan tidak permanen, ini teguran keras. Jadi kalo tidak ada respon balik pada kami, besok kami akan tutup permanen,” Ucap Sepsi Mbatu, menegaskan.

Untuk diketahui, sejak tahun 2011, Pemda Rote Ndao telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan PT Boa Development untuk pengelolaan kawasan wisata di Desa Bo’a. Tanah yang digunakan merupakan aset Pemda, berasal dari hibah masyarakat dengan niat agar desa mereka berkembang menjadi destinasi wisata unggulan.

Namun realita berkata lain. Alih-alih membawa kemakmuran, proyek itu justru menghadirkan pagar pembatas, akses tertutup, dan ketimpangan sosial. Yang dijanjikan fasilitas wisata untuk masyarakat, kini berubah menjadi hotel mewah eksklusif bernama Nihi Rote. Sementara warga desa Bo’a yang mayoritas nelayan dan petani rumput laut kini kesulitan menembus pantai tempat mereka bekerja.

Ironisnya, PT Boa Development juga melanggar perjanjian kerjasama yang mewajibkan mereka menggelar Lomba Selancar Tahunan di Pantai Bo’a sebagai promosi wisata dan peningkatan PAD. Sejak MoU diteken 14 tahun lalu, satu pun lomba selancar tak pernah digelar. Pemda Rote pun diam, seolah tak berdaya di hadapan korporasi yang mereka undang sendiri.

Masalah tak berhenti di situ. Pada 2024 lalu, UPT KPH Rote Ndao menemukan bukti bahwa PT Boa Development menggunakan 2.200 batang kayu mangrove hasil penebangan liar dari kawasan Hutan Lindung Loudanon untuk membangun pagar hotel.

Meski temuan tersebut masuk dalam pemeriksaan resmi, kasusnya menguap tanpa kejelasan di tangan aparat penegak hukum. Hingga kini, tak ada satupun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Publik pun menilai Polres Rote Ndao terkesan melindungi investor ketimbang menegakkan hukum lingkungan.

Sebelumnya Warga juga sudah menutup permanen jalan lapen menuju Hotel Nihi Rote dibagian tengah. Aksi pemblokiran jalan oleh warga Desa Bo’a menjadi simbol perlawanan terhadap privatisasi ruang publik. Di tanah yang mereka hibahkan sendiri untuk kemajuan daerah, kini mereka justru dihalangi menikmati pantai yang telah mereka jaga turun-temurun.

Pantauan media ini, aksi demonstrasi tersebut dikawal oleh pihak Kepolisian Rote Ndao hingga aksi berakhir pada sorenya. Sementara pihak Pemerintah Daerah Rote Ndao maupun pihak PT Boa Development sama sekali tak ada yang hadir menemui massa pendemo.

Komentar Anda?

Related posts