PORTALNTT.COM, KUPANG – Jimmy Tanjung selaku ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus dugaan korupsi setoran pajak di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Kupang dengan terdakwa juru pungut, Yunus Tenis alias Tedi, Selasa (4/10) menilai bahwa manajemen pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Kupang sangatlah buruk.
Seperti dilansir dari Obornusantara.com, Menurut Tanjung, buruknya manajemen pada Dispenda Kota Kupang itu akhirnya membuat oknum pegawai pada Dispenda Kota Kupang melakukan korupsi terhadap setoran pajak.
“Manajemen pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Kupang sangatlah buruk. Makanya oknum pegawai mudah saja korupsi dana pajak setoran,” kata ketua Majelis hakim, Jimmy Tanjung.
Dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana setoran pajak hotel dan hiburan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang, Selasa siang (4/10). Sidang yang dipimpin Hakim Ketua, Jemmy Tanjung Utama didampingi dua hakim anggota, yakni Ali Muhtarom dan Gustaf Marpaung beragendakan pemeriksaan saksi. Hadir dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Kupang, Indi Premadasa, Lasmaria Vebrika Siregar, dan Januarius Boli Tobi. Sementara terdakwa Yunus Tenis hadir didampingi penasihat hukumnya, Ayub Fina.
Sidang yang beragendakan pemeriksaan saksi itu, JPU Kejari Kota Kupang menghadirkan dua saksi, masing-masing Jefri Pelt selaku Kepala Dispenda Kota Kupang dan Ledi Atakay selaku Bendahara Penerima. Jefri Pelt dalam sidang menerangkan bahwa, Yunus Tenis merupakan staf yang pernah ditugaskan sebagai juru pungut pada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dispenda di Kecamatan Oebobo sejak tahun 2014.
“Tugas terdakwa yakni melakukan penagihan retribusi di kawasan Ramayana Flobamora Mall khususnya di fast food, zona 2000 dan es teller 77. Hanya saja, saat ini Dispenda Kota Kupang sudah gunakan sistem self assessment, dimana juru pungut hanya membantu mengisi formulir yang diberikan ke wajib pajak,” kata Pelt.
Dalam keterangannya, Pelt juga mengatakan, karena wajib pajak sulit mengisi formulir pajak, maka terdakwa Yunus Tenis membantu mengisi formulir tersebut. Selanjutnya, uang retribusi dititipkan oleh ketiga wajib pajak itu ke terdakwa. Semestinya terdakwa tidak punya hak menerima uang (Dari wajib pajak, Red).
“Sesuai aturan juru pungut boleh menerima uang retribusi itu, tapi harus langsung disetor ke bendahara penerima. Kami selalu lakukan rapat evaluasi kinerja setiap hari Senin untuk mengecek kinerja masing-masing juru pungut,” terang Kadispenda, Jefri Pelt.
Sementara Bendahara Penerima di Dispenda Kota Kupang, Ledi Atakay menerangkan, terdakwa Yunus Tenis pernah mengambil formulir pajak ke dirinya untuk beberapa bulan ke depan. namun, ketika setoran pajak belum juga dilunasi, terdakwa Yunus Tenis masih saja minta formulir pajak.
“Terdakwa minta form pajak ke saya, saya pernah tanya dimana bukti setoran pajak sebelumnya? Tetapi Yunus bilang bahwa wajib pajak sementara di luar daerah. Saya juga sempat ngomel-ngomel ke dia, tapi dia acuh saja,” ungkap Ledi.
Setelah ada keterlambatan penyetoran retribusi dari ketiga wajib pajak itu, lanjut Ledi, maka pihak Dispenda Kota Kupang sempat melakukan cross check. Dan ternyata total keseluruhan retribusi yang belum disetor mencapai Rp 125 juta. Namun terdakwa sudah sempat menyerahkan uang senilai Rp 6 juta ketika diminta untuk melunasi tunggakan retribusi yang hilang.
Usai persidangan, majelis hakim Jimmy Tanjung kembali mengatakan Manajemen di Dispenda Kota Kupang belum tertib sehingga terjadi pelanggaran. Hal ini disebabkan karena pengawasan yang tidak tegas.
Terkait hal itu, Tanjung meminta agar Dispenda Kota Kupang segera membenahi manajemennya.
Tanjung mengatakan, merujuk pada kesaksian para saksi ini, kesalahan manajemen sebenarnya terletak pada Kadispenda Kota Kupang.
“Termasuk juga bendahara yang seenaknya memberikan formulir pajak. Padahal masih ada tunggakan pembayaran retribusi pajak oleh wajib pajak,” tegas Tanjung. (*ON)