PORTALNTT.COM, LEWOLEBA – Nasib yang harus diterima sebagai tenaga kerja sukarela (TKS), bekerja tanpa menerima gaji dan tunjangan apapun sangat memprihatinkan bagi mereka yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan, perawat dan bidan. Baik sebagai TKS di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) maupun di TKS di Puskesmas Pembantu (Pustu).
Seperti yang terjadi di Puskesmas Hadakewa, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata ini. Dari pantauan PortalNTT pada 10 Juni 2017 lalu, seorang tenaga sukarela menceritakan suka dukanya menjadi tenaga sukarela.
“Disini tenaga medis seperti bidan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Kurangnya tenaga medis yang melayani kesehatan masyarakat seringkali menjadi keluhan masyarakat disini. Kami memiliki jam kerja yang sama dengan pegawai lainnya. Ada seorang teman saya sudah 2 tahun menjadi sukarelawan memberikan pelayanan bagi pasien di Puskesmas ini. Hanya karena masa pengabdiannya tidak diperhatikan oleh pemerintah, dia akhirnya mengundurkan diri,” ungkap salah seorang TKS kepada media ini, seraya meminta agar namanya tidak disebutkan.
Dikatakannya, mestinya tenaga mereka harus diperhitungkan. Sebab mereka butuh biaya dalam bekerja dan beraktivitas. Ia juga meminta pemerintah harus memperhatikan tenaga medis lebih khusus tenaga suka Rela yang bekerja tanpa gaji di Puskesmas maupun Pusat Kesehatan pembantu lainnya yang ada di Kabupaten Lembata, serta perlu juga di tingkatkan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kesejateraan para tenaga medis, salah satunya nasib tenaga medis suka rela kedepannya.
“Hanya karena kami bersedia bekerja dengan tidak digaji sekaligus untuk mempraktikkan ilmu kami, maka kami tidak dibayar sama sekali. Tetapi apakah nasib kami kedepannya terus seperti ini,? Kami juga setiap kali bekerja harus mengeluarkan biaya, seperti transportasi dari dan ke Puskesmas,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, Dr. Lusia yang dikonfirmasi terpisah media ini mengatakan, untuk tenaga sukarela (TKS) di Kabupaten Lembata, ada yang dibutuhkan tetapi anggarannya belum ada. Ada TKS yang belum dibutuhkan tetapi dengan alasan agar ilmunya dapat tersalurkan.
“Masalah TKS tidak 100% seperti yang disampaikan. Ada TKS yang memang dibutuhkan, tetapi anggarannya belum ada. Ada TKS yang belum dibutuhkan tetapi dengan alasan supaya ilmunya yang bersangkutan tidak lupa,yah kita terima,” kata Dr. Lusia.
Dr. Lusia mengatakan, untuk tenaga yang dibutuhkan Dinkes Kabupaten Lembata, pihaknya berupaya menganggarkannya tetapi tergantung dari persetujuan dewan dan pagu dana yang tersedia.
“Untuk disiplin kerja, tidak ada perbedaan. Kalau mereka bersedia maka diterima,” ungkapnya.
Dirinya mengharapkan agar kedepannya tidak ada lagi penerimaan TKS, semua ada anggarannya.Untuk tenaga yang dibutuhkan Ia mengatakan, siap ditempatkan dimana saja di Kabupaten Lembata. (Ola)