PORTALNTT.COM, WAIKABUBAK – Forum Masyarakat anti korupsi menggelar aksi demo di kejaksaan Negeri Waikabubak menuntut penuntasan kasus pasar Waimangura, Rabu (29/11).
Setelah beberapa jam melakukan orasi di depan kantor kejaksaan, masa aksi akhirnya bisa bertemu Kajari Adji Ariono, SH, di aula Kajari dengan pegawalan ketat dari aparat kepolisian.
Dalam pertemuan itu, salah satu masa aksi Rey Mila meminta kepada Kejari untuk menuntaskan kasus pasar Waimangura yang menelan biaya begitu besar. Pasalnya, kedua tersangka telah ditahan dan apabila masih ada orang yang dianggap merugikan anggaran pasar tersebut segera diperiksa secepatnya.
Menurut Rey Mila, forum masyarakat anti korupsi menyatakan peraturan perundang-undangan mengatur mengenai tindakan pidana korupsi saat ini sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya dengan dikeluarkan UU NO. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih bebas dari KKN, UU No.31 1999 jo UU NO. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi, UU NO. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantas korupsi tindak pidana korupsi serta terakhir diratifikasinya (UNCAC) 2003 PBB anti korupsi 2003) dengan UU No. 7 tahun 2006.
Oleh karena itu, Rey Mila mengatakan Forum Masyarakat Anti Korupsi (Formak) menuntut agar kajari Waikabubak harus membuka secara transparan proses hukum pasar Waimangura.
“Kami minta agar kajari tidak tunduk bagi pelaku kejahatan korupsi. Kami minta agar jaksa segera memeriksa Bupati SBD karena berdasarkan pengakuan dari para saksi, pekerjaan proyek tersebut dipaksakan dengan menunjuk langsung Robby Chandra sebagai kontraktor yang mengerjakan pasar Waimangura,” tegas Rey Mila.
Selain itu juga, lanjut Rey, Formak meminta kajari Waikabubak memeriksa rekening koran dari Nyonya Ratu Wulla istri Bupati SBD dan orang-orang dekat Bupati serta istri dengan berpedoaman pada pengakuan para saksi tersangka.
“Jaksa juga harus memeriksa bendahara koperasi perindag. Kami meminta juga agar kajari Waikabubak tidak hanya mengikuti SPDP dari pihak kepolisian tetapi segera menetapkan tersangka baru melaui penelitian berkas-berkas perkara,” tandasnya.
Dijelaskan, Pasar Waimangura merupakan pasar tradisional yang sangat sentral untuk masyarakat SBD juga masyarakat Sumba Barat. Melalui dinas koperasi dan perindag pemerintah pusat menggelontorkan dana APBN sebesar Rp 5.000.000.000 tahun anggaran 2015 untuk memperluas dan memperindah pasar dan lapak jualan pedagang yang bagus namun dalam proses tender proyek dipaksakan meski gagal berulang kali dengan alasan menyelamatkan dana yang digelontorkan pemerintah pusat.
Karena waktu yang sangat singkat pekerjaan pasar itu akhirnya terbengkalai diujung tahun pengerjaan proyek ini, tahun 2015 pasar ini mulai dimainkan dengan memaksa pejabat-pejabat yang berwenang memberi nilai supervisi dari pekerjaan tersebut misalnya pemaksaan PPK, Masdi Making untuk membuat laporan fiktif volume pekerjaan yang sebenarnya belum seberapa persen untuk pencarian dana pekerjaan seratus persen dari pagu anggaran oleh aktor intelektual.
Setelah tidak mencapai kesepakatan untuk membuat laporan pekerjaan selesai seratus persen dari progres maka dipaksakan lagi untuk turun menjadi delapan puluh persen sehingga terjadi pencairan dana Rp 3 Miliar lebih dari pagu tender yang dimenangkan Robby Chandra sebesar Rp 4,9 Miliar.
“Dalam perjalanannya permainan ini ketahuan maka masyarakat melaporkan kepada kepolisian resort SB untuk ditelusuri.
Berdasarkan hasil penyelidikan Polres SB pekerjaan pasar Waimangura terdapat kerugian negara disebabkan oleh beberapa pihak sehingga Robby Chandra selaku kontraktor pelaksana dan Masdi Making sebagai PPK ditetapkan sebagai tersangka dan Robby ditahan diserahkan ke kejaksaan untuk diproses lebih lanjut,” tandasnya.
Sementara itu koordinator umum Agustinus Gallu Wolla mengatakan masyarakat SBD cukup senang mendengar kabar ditahannya tersangka namun dibalik eforia kesenangan kami merasa bahwa ada hal-hal ganjil dan ketidak tuntasan karena secara jelas para saksi dan tersangka menyebut bahwa Bupati SBD Markus Dairo Talu (MDT) sebagai salah satu yang berpengaruh dalam menentukan pemenang tender dari proyek ini.
“Secara hukum, MDT telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai Bupati dengan menentukan pemenang tender atau menunjuk langsung Robby Chandra sebagai rekanan untuk mengerjakan proyek itu. Tidak hanya itu setelah sampai tahap pencarian dana dan laporan progres pekerjaan berdasarkan kesaksian tersangka PPK menyebutkan bahwa adanya paksaan untuk membuat dan menyetujui laporan fiktif untuk pencarian dana Rp 3 Miliar lebih kepada kontraktor Robby Chandra,” terangnya.
Oleh karna itu, kata Dia, melalui forum ini Formak mendesak kejaksaan untuk lebih jeli melihat kesaksian para saksi dan tersangka sehingga Robby Chandra dan Masdi Making untuk memeriksa orang-orang yang menjadi dalang dari mangkraknya pasar Waimangura ini sehingga penegak hukum tidak terkesan seperti tajam kebawah dan tumpul keatas. (Mus)