Puisi Irfan Limbong
Kulihat rindu itu terselip di jari kuku kaki mu, seperti kaos kaki pelangi di musim kemarau. Mata binar mu tak terarak serta dua bibirmu yang kaku seperti Rel Kereta Api.
Mungkin kau lupa kalau negari kita dihiasi 17.000 pulau yang itu sama sekali tak sampai dari 2,7% dari cintaku yang mengambang bersama algoritma rindu mu yang meresap di jilbab lebaran yang sulit ku jelaskan warnanya.
Rasa itu sengaja ku rekatkan di ubun-ubun mu agar kau lupa bertanya kenapa kita harus seragam memaknai 1+1 adalah kita. Itu sungguh Absurd kita di tertawakan orang-orang yang mengaku tidak gila di tumpukan populasi manusia yang mengklaim mereka waras.
Segenggam Kusut
Aku pulang bersama hati muram
Di risaukan legam pipi manis mu
Dan wajah rapuh wanita paruh baya
Bersama huruf-huruf patah
Sajak menjelma dingin yang bertengger diantara rimbun pepohonan
Juga selai embun pecah di baju merah tua ku
Sepanjang jalan berkelok sebab lurus hanyalah jari lentik mu
Bulan yang terangpun tak berdaya menyinari lorong gulita hati ku
Sajak adalah cambuk kesepian
Api yang tertelan air bah
Di teras rumah mu
Di sarung kusam tak beragama itu.