PORTALNTT.COM, KOTA KUPANG – Selama 70 tahun, tanah warisan keluarga Konay masih meninggalkan gejolak. Padahal objek tanah Pagar Panjang dan Danau Ina, yang disengketakan sejak tahun 1951 itu telah selesai dan inkracht Van Gewijsde atau berkekuatan hukum tetap berdasarkan keputusan pengadilan dan putusan Mahkamah Agung (MA) No. 1505 tanggal 17 Juni 2020.
Gejolak kali ini muncul dari Yuliana Konay. Melalui kuasa hukumnya, Rudi Tanubesi meminta pembagian secara merata dan adil kepada ahli waris. Untuk itu selaku kuasa hukum, Rudi Tonubesi akan memunculkan lagi pihak yang belum pernah terlibat dalam perkara 20, namun mereka juga adalah turunan garis lurus dengan Konay.
Menanggapi hal itu, Marthen Konay selalu ahli waris dari ayahnya Esau Konay (saudara kandung dari Yuliana Konay) menegaskan kepada Rudi Tonubesi selaku kuasa hukum dari Yuliana Konay jangan membuat statment yang naif dan jangan melakukan pembodohan hukum.
“Perkara dengan nomor register 20 tanggal 4 Agustus 2015 itu putusannya telah inkrah dengan putusan banding nomor 160 tanggal 11 Desember 2015 dimana Rodi Tonubesi saat itu sebagai pengacara MAGANG, yang numpang benderanya Frederik Lodu. Kalau Rudi sebagai seorang pengacara membuat pencerahan hukum yang baik, jangan membuat pembodohan hukum. Di sisi lain perkara ini dia mengakui perkara ini dia kalah tetapi menutut agar warisan ini dibagikan,” tegas Marthen Konay, dalam jumpa pers bersama awak media di kediamannya, Rabu (30/6/2021).
Menurut Marthen substansi dari perkara itu adalah minta bagi warisan dan penggugat kalah.
“Saya lihat di salah satu media, Dia (Rudi) menyebut putusan ini putusan gila. Kalau putus asa bilang karena itu penghinaan terhadap lembaga pengadilan. Tidak puas gugat lagi, pengadilan menerima sampai kapanpun tetapi ingat ada asas-asas hukum dengan istilah Ne Bis In Idem artinya terhadap perkara yang sama tidak dapat diadili untuk kedua kalinya,” tegas Marthen Konay.
“Jadi Rudi Tonubesi memberikan pembodohan hukum terhadap Yuliana maka terjadi jual beli yang dilakukan oleh Yuliana,” tambahnya.
Lebih lanjut ditegaskan Marthen Konay dalam adat orang Timor hanya menganut garis keturunan Bapak atau patrilineal sehingga perempuan tidak ikut dalam pembagian harta warisan.
“Radi harus tahu dan menjelaskan sebenar-benarnya bahwa perkara perdata harus ada akhirnya atau asas “litis finiri oportet”, yakni setiap perkara harus ada akhirnya. Jadi saya mohon jangan mencaplok-mencaplok orangtua saya Esau Konay yang sudah almarhum, saya suruh stop,” pungkas Marthen Konay.
Sementara itu, Fransisco Bernando Bessi,S.H.,M.H.,CLA selaku kuasa hukum keluarga Konay menegaskan perkara tanah yang melibatkan keluarga Konay di Pagar Panjang dan Danau Ina telah dinyatakan selesai berdasarkan putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan yang sudah inkrah.
“Ahli waris keluarga Konay pernah berperkara dengan Yuliana Konay. Perkara tersebut merupakan seri dan kepingan terakhir dari Yuliana Konay selaku penggugat atas bidang tanah Pagar Panjang dan Danau Ina. Dan mereka kalah dari pengadilan negeri sampai ke pengadilan Tinggi,” jelas pengacara Peradi ini.
“Berarti perkara ini telah selesai. Sehingga apabila ada pernyataan dari Rudi Tonubesi terkait proses hukum dan pembagian tanah, itu sudah dilakukan tetapi tidak berhasil, karena mereka sudah kalah,” tambahnya.
Fransisco menegaskan, sebagai Kuasa Hukum, Rudi Tonubesi harus menghormati putusan Pengadilan. Jika tidak puas terhadap putusan tersebut, bisa mengajukan kasasi dan peninjauan kembali.
“Bukan meminta bagian dan mencari panggung dengan menggelar konferensi pers. Karena itu tidak akan mengurangi esensi putusan ini,” terangnya. (Jefri Tapobali)