PORTALNTT.COM, LARANTUKA – Pelaku penangkapan Ikan Pari Manta Ibrahim Kopong Nelayan asal pulau Solor, Kecamatan Solor Timur, Desa Lamakera pada saat hendak diringkus oleh aparat kepolisian diprotes oleh masyarakat setempat, Kamis (27/7/2017).
Sekitar pukul 23.00 Wita, Tim unsur yang terdiri dari, AKP Hiu Macan 03 delapan personil, anggota Polairud Polda NTT enam personil, Dinas Perikanan Kabupaten Flotim dua personil dan LSM WCS (Wildlife Conservation Society) empat personil tiba di Lamakera dan mendapati barang bukti berupa 1 ekor Pari Manta yang telah mati dalam posisi terpotong dipantai pendaratan ikan di Lamakera.
Kedatangan tim yang tergabung dalam operasi lakwas Decstructive Fishing untuk melakukan pencarian dan klarifikasi pelaku penangkapan ikan Pari Manta disambut dengan tidak ramah oleh masyarakat desa Lamakera. Masyarakat setempat berteriak untuk mengumpulkan massa dan menentang kehadiran Tim unsur. Jalan tengah yg diambil Tim unsur dan masyarakat Lamakerapun akhirnya berpindah menuju Balai Desa untuk melakukan musyawarah.
Dari hasil musyawarah, warga menolak kedatangan Tim Unsur yang akan melakukan penyitaan barang bukti dan menangkap pelaku penangkapan Ikan Pari Manta.
Masyarakat desa Lamakerapun menuntut keras dan mendesak pemerintah untuk menghapus larangan penangkapan ikan Pari Manta di perairan Lamakera. Karena menurut masyarakat setempat penangkapan Pari Manta merupakan tradisi leluhur dan telah dilakukan secara turun temurun.
Masyarakat juga meminta agar tim memberitauhkan kepada mereka siapa informan yang telah memberikan informasi adanya penangkapan Pari Manta tersebut.
Situasi pun akhirnya memanas. Tim memutuskan untuk kembali ke Larantuka karena melihat kondisi yang sudah tidak kondusif dengan adanya intimidasi keras dari warga Lamakera.
Padahal sebelumnya tanggal 25 Juli 2017 Akbar H. Usman, salah satu tokoh nelayan asal Lamakera telah berdialog dengan Direktorat Jenderal (Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Bramantya Satyamurti Poerwadi di sela-sela peninjauan areal PPI Amagarapati, di Larantuka, terkait larangan penangkapan Pari Manta yang bertabrakan dengan budaya masyarakat Lamakera.
Dihadapan Akbar H. Usman yang juga merupakan utusan dari masyarakat Lamakera, Poerwadi menjelaskan latar belakang larangan tersebut sembari mengarahkan para nelayan untuk berpikir jernih tidak larut menghabiskan waktu melakukan penangkapan terhadap biota laut yang telah dilindungi oleh negara itu.
Bramantya Satyamurti Poerwadi bahkan langsung menawarkan keinginannya kepada Akbar H.Usman untuk tinggal bersama penduduk Lamakera, seminggu lamanya. Terhadap penjelasan Poerwadi tersebut, H.Usman pun berjanji tidak lagi menangkap Pari Manta dan berjanji akan menjadi pelopor di desanya dalam gerakan stop tangkap Pari Manta.
“Kami sangat setuju dengan tawaran Pak Dirjen ini. Intinya kami dibantu dengan sarana tangkap, entah Lempara atau Gillnet dan sarana tangkap lainnya yang dapat kami gunakan untuk menangkap ikan lain menggantikan Pari Manta. Dan serius, hari ini saya katakan bertobat penuh untuk tidak menangkap Pari Manta,” ucap Akbar H. Usman seraya menambahkan siap menjadi pelopor gerakan stop tangkap Pari Manta, yang dikutip media ini di www.balinewsnetwork.com.
Ketegasan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia terkait dengan koservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya sebagaimana yang telah diatur dalam UU No. 5 Tahun 1990 serta berbagai rujukan teknisnya, terutama berkaitan dengan perlindungan jenis ikan Pari Manta, mampu mematahkan argumentasi tradisi (budaya) yang selama ini menjadi pembenar tindakan nelayan Lamakera, Solor, Timur, untuk menabrakan aturan tersebut guna menangkap ikan Pari Manta. (Ola)