PORTALNTT.COM, KOTA KUPANG – Usaha kerajinan pandai besi masih tetap bertahan di Desa Mehona, Kecamatan Sabu Liae, Kabupaten Sabu Raijua Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Di desa tersebut, sebagian besar masyarakat memproduksi beragam perkakas tajam. Seperti pisau, parang, pahat, kapak, pacul, linggis serta perkakas pertanian lainnya.
Sudah sekian lama, pekerjaan turun-temurun ini dilakukan masyarakat secara manual di rumah tangga masing-masing. Dari profesi ini, masyarakat mendapatkan pundi-pundi rupiah sehingga bisa membangun rumah, menyekolahkan anak dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Harapan para pengrajin akan hadirnya bengkel pandai besi yang dilengkapi dengan teknologi modern untuk memudahkan pekerjaan mereka, sempat terwujud. Pada tahun 2017 silam, rumah pandai besi mulai dikerjakan. Anggaran yang digelontorkan Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua dari APBD untuk proyek ini tidak sedikit. Nilainya mencapai Rp 4 miliar lebih. Dengan rincian, Rp 1,5 miliar untuk item pekerjaan los kerja sentra pandai besi dan Rp 2,5 miliar lebih untuk item pengadaan peralatan berupa mesin dan dinamo.
Sayangnya, rumah pandai besi sama sekali tidak pernah membawa manfaat bagi para pengrajin dan dibiarkan terbengkelai hingga saat ini. Terbukti, beberapa unit bangunan tidak selesai dikerjakan. Mesin-mesin yang sudah diadakan, dibiarkan tak terurus sehingga banyak yang sudah berkarat. Sebuah pemandangan yang sangat miris karena di sekitar lokasi rumah pandai besi, ada banyak pengrajin yang masih bekerja manual. Mengangkat palu yang berat untuk menempa besi baja atau per kendaraan yang sudah dibakar, untuk selanjutnya dibentuk menjadi beragam jenis perkakas.
Kana Kore, salah satu pengrajin yang ditemui di tempat usahanya, Jumat (6/10/2020), mengaku sudah lama menekuni usaha kerajinan pandai besi.
“Kami bisa hidup dan sekolahkan anak dari usaha ini. Anak saya sembilan orang. Ada yang sudah kuliah,” ujarnya.
Menurutnya, kehadiran rumah pandai besi di Desa Mehona sempat membuat masyarakat senang. Sebab pekerjaan mereka pasti akan sangat terbantu. Namun, sampai saat ini rumah pandai besi tidak pernah dimanfaatkan.
“Kami minta pemerintah untuk perbaiki karena kerja pakai mesin pasti lebih mudah,” kata pria 63 tahun itu.
Pengrajin pandai besi lainnya, Duli Ruha, mengaku kesal karena pemerintah membiarkan rumah pandai besi tidak selesai dikerjakan, sehingga tidak berfungsi sama sekali.
“Rumah pandai besi sudah tiga tahun lebih di sini, tapi tidak pernah dimanfaatkan masyarakat. Jadi lebih baik kita pilih pemimpin baru. Dan kami di sini sudah kompak pilih IE RAI,” ungkapnya seraya berharap agar IE RAI bisa menjadi solusi atas persoalan ini.