PORTALNTT.COM, SUMBA BARAT DAYA –
Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD dan Panitia Pilkades Tingkat Kabupaten kembali mengalami deadlock seperti rapat sebelumnya. Pasalnya, saat pembahasan penyelesaian masalah pilkades di Desa Panenggo Ede-Kodi Blaghar, sebagian DPRD SBD urung menerima kesimpulan dan dalil yang disampaikan panitia kabupaten yang menyebut masalah pilkades di desa tersebut telah selesai dengan adanya penetapan pemenang oleh panitia kabupaten pada tanggal 30 Juni lalu.
Akibatnya, RDP yang direncanakan akan membahas masalah di 18 desa di SBD itu ditunda untuk sementara waktu sambil menunggu Panitia Kabupaten melakukan pemanggilan kembali panitia desa dan semua pihak terkait dalam pilkades untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Sidang RDP yang dipimpin langsung Wakil Ketua 1, Haji Samsi Pua Golo dan dihadiri langsung Ketua DPRD SBD, Rudolf Radu Holo, Wakil Ketua II DPRD, Maximus Mario Kaka, dan sejumlah besar anggota DPRD serta Wakil Ketua Pengarah Pilkades tingkat Kabupaten, Christofel Horo dan Ketua Panitia Tingkat Kabupaten, Dominggus Bulla sedari awal memang sudah berlangsung dalam tensi tinggi.
Beberapa intrupsi pun bermunculan sejak awal sidang saat Ketua Panitia Tingkat Kabupaten, Dominggus Bulla selesai membacakan point-point dalam matrix pengaduan pilkades serentak dan antar waktu Kabupaten Sumba Barat Daya.
Anggota DPRD dari Partai Nasdem, Ananias Bulu misalnya, di kesempatan itu menguraikan adanya ketimpangan wewenang antara BPD dan Kabupaten dalam proses penyelesaian kasus di Panenggo Ede. Disebutkannya sesuai dengan aturan Perbup pada pasal 94 dan 95 maka proses penyelesaian itu terdahulunya harus diselesaikan di tingkat desa oleh BPD bukan sebaliknya.
“Saya tidak menemukan satupun klausal yang menyebut panitia kabupaten berwenang memanggil panitia desa dan kepala desa untuk melakukan klarifikasi perihal masalah desa. Sehingga saya menganggap klarifikasi di kabupaten yang dilakukan pihak kabupaten itu cacat hukum karena kita berpegang pada Perbup,” katanya.
Tidak hanya itu, ketiadaan instrument bukti hukum seperti berita acara penetapan dan penyelesaian masalah desapun sebutnya hingga saat itu belum dikantongi oleh panitia Kabupaten. Padahal hal itu ungkapnya penting sebagai dasar pijak pembahasana RDP hari ini.
“Sehingga usul saya, panitia kabupaten bisa memfasilitasi panitia desa dan BPD untuk berapat kembali menyelesaikan masalah mereka. Dan apapun keputusan mereka di sana kita semua harus hargai itu,” katanya.
Senada dengan itu, anggota lainnya, Thomas Tanggu Dendo meminta pemerintah untuk lebih taktis dalam memutuskan sesuatu. Dirinya secara khusus menyoroti kesalahan penulisan angka perolehan suara calon yang ditulis 2004 dalam dalil laporan calon ke Panitia Kabupaten. Menurutnya, panitia kabupaten harus memahami itu sebagai kesalahan manusiawi manusia dan bukan jadi rujukan untuk membatalkan sepihak laporan mereka.
Tidak hanya Thomas, Okta Ndari pun demikian. Baginya kesimpulan yang diambil oleh Panitia Kabupaten dalam kasus desa Panenggo Ede terkesan prematur dan tidak berimbang karena hanya mengakomodir keputusan panitia desa yang sudah diklarifikasi sebelumnya bahwa panitia desa telah melakukan perhitungan berdasarkan catatan dari saksi calon dan bukan dari C plano.
“Bayangkan setiap calon punya angka berbeda setiap orangnya dan itu jadi rujukan panitia kabupaten untuk meyimpulkan bahwa ini sesuai perbup kan tidak bisa. Bagi saya ini perlu dilihat lagi untuk menghasilkan keputusan yang memuaskan semua pihak,” katanya.
Walaupun begitu, ada DPRD yang berpendapat lain seperti Alfonsus Yamba Kodi dan Martinus Maru Mara. Keduanya secara bergantian menegaskan keheranannya atas kasus di desa di tersebut karena dengan cepatnya panitia desa merubah keputusan yang sebelumnya sudah dibuat.
“Mana panitia kerja lalu batalkan sendiri hasil kerjanya sendiri. Ini yang buat saya tergelitik. Ada apa ini,” kata Alfonsus.
“Kalau saya sih biarkan semua itu kembali ke pemerintah jika kemudian tidak menemukan titik temu. Karena bagaimana pun ini ranahnya pemerintah. Pemerintah tahu mana yang terbaik buat masyarakatnya,” katanya.
Mendengar sejumlah penjelasan tersebut, Wakil Ketua Pengarah Pilkades Tingkat Kabupaten secara tegas mengatakan bahwa pihaknya telah bekerja sesuai perbup bahkan proses pemanggilan panitia desa dan BPD merupakan bagian yang terpisahkan dari implementasi aturan itu sekaligus menghindarkan konflik akibat keteledoran BPD yang belum kunjung membuat rapat penyelesaian masalah.
“Prinsip kami sama dengan Bapa Ibu dewan untuk tegakkan aturan dan itu yang kami buat. Di titik tertentu kita tidak bisa agungkan panitia desa jika kemudian panitia membuat kesalahan fatal dengan membatalkan keputusannya sendiri setelah dikeluarkan putusan sehari sebelumnya. Kami tidak mau bola panas itu ada pada kami,” katanya.
Tarik ulur pun terjadi. Sejumlah masukan pun berdatangan dari Anggota DPRD tentang penyelesaian pilkades di desa itu hingga akhirnya melalui meja pimpinan, Wakil ketua DPRD SBD, Samsi Pua Golo kemudian memutuskan untuk memberikan waktu sekali bagi panitia untuk memanggil kembali panitia desa dan BPD untuk menyelesaikan masalah mereka hingga menemukan kesepakatan yang terakomodir dalam berita acara.
“Catatan lainnnya, kalau kemudian ada yang tidak puas dengan keputusan itu maka silahkan menempuh jalur hukum sebagaimana yang diatur dalam UU. Selain itu, penyelesaian masalah desa harus berfokus pada laporan yang sudah dalam matrix dan bukan diluar itu. Tidak boleh ada penambahan lagi diluar itu. Ingat kita fokus pada pasal 94 dan 95 tidak boleh juga yang lain,” katanya dan diamini semua anggota yang hadir. (Red)