STIPAS Keuskupan Agung Kupang Gelar Diskusi Publik: Artificial Itelegence, Peluang atau Tantangan di Era Digital?

PORTALNTT.COM, KUPANG – STIPAS Keuskupan Agung dan Yayasan Kaya Tene mengadakan kegiatan Diskusi Public dalam rangka menyosong ke-24 dengan Yaya mengusung tema ”Kecerdasan Buatan/Artificial Intelegence dalam dunia pendidikan: Peluang atau Tantangan” Minggu, 19 Oktober 2025.

Kegiatan Diskusi Public menghadirkan  Dr. Hamza H Wulakada, M. Si Dosen Universitas Nusa Cenana dan Fiktor Imanuel Tanesab, S. Kom, M. Sc Dosen pada STIKOM Uyelindo.

Zainudin Umar Ketua Yayasan Kaya Tene Kupang dalam sambutan menyampaikan  terimakasih kepada STIPAS Keuskupan Agung Kupang  yang telah membuka ruang kolaborasi sehingga bisa mengadakan kegiatan Diskusi Public dalam rangkaian meriahrayakan Dies Natalis STIPAS Keuskupan Agung Kupang  ke-24 tahun 2025

Lanjut Zainudin Umar mengharapkan bawah kedepan kerja sama ini tidak terhenti tetapi diteruskan menuju tahap yang lebih baik” tandasnya.

Semoga kegiatan ini memberi dampak dan bermanfaat untuk semua mahasiswa/i sehingga mampu membawa diri dan mampu menggunakan kegiatan AI sesuai kebutuhan.

RD. Emanuel Inocentius D. Jee’Maly,S.Fil.,M.Pd  Wakil Ketua II STIPAS Keuskupan Agung Kupang dalam sambutan menyampaikan bahwa perekembangan dunia ini, ditemukanlah kecerdasan buatan, sebagai instrument alat bantu dalam proses berpikir. Disinilah muncul situasi dilematis: memanfaatkan AI atau digantikan AI. Maka tema diskusi pendidikan kita adalah melihat pemanfaatan kecerdasan buatan sebagai peluang atau ancaman.

Indonesia yang memiliki 4.500 kampus, merupakan peringkat ketiga sebagai negara yang paling banyak menggunakan AI. Hasil Penelitian Massacusets Instutute of Technology (MIT) menemukan bahwa penggunaan AI atau dalam bentuk Chat GPT dalam penulisan esai dapat membuat fungsi otak kian menurun. 48% siswa sekolah menggunaakan chat GPT untuk ujian atau kuis di rumah, 53% menggunakan untuk menulis esai, dan 22% menggunakan untuk membuat kerangka tulisan.

Hal ini menimbulkan potensi masalah seperti: plagiarisme, kecurangan dan ganggunan dalam pembelajaran.

Lanjut RD. Jega JeeMaly Sejarah revolusi industri: penemuan mesin uap, mesin2 produski, Listrik, teknologi computer dan internet selalu menghasilkan masyarakat yang termarginalkan. Revolusi industry menghasilkan kaum buruh.

Demikian juga AI, akan menghasilkan dua kelompok yaitu: yaitu kelompok yang terjajah secara pemikiran dan kelompok yang mampu mengeksplorasi dan mengelaborasi AI. Kita akan terjajah apabila kegiatan kognitif diganti AI dan kita akan tetap Kritis apabila AI tetap dijadikan sebagau alat bantu, teman diskusi, atau partner berpikir.

Sebagai contoh: pertama kali belajar menghitung penjumlahan, guru ajar pakai 10 jari, tapi karena terabatas, disuruh pakai lidi, lidi dipotong pendek2 dan diikat 10-10, kemudian pakai sempoa. Supaya lebih cepat, pakai kalkulator, dan untuk data yang banyak gunakan exel, dan SPSS. Penemuan teknologi tidak pernah boleh mengggantikan existensi manusia. Sumber Pengetahuan harus tetap merupakan hasil olahan akal budi manusia bukan hasil generate chat GPT.

Bapak, Ibu, dan rekan-rekan sekalian, kecerdasan Buatan telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari—dari sistem rekomendasi di media sosial, aplikasi belajar, hingga asisten digital di ponsel kita.

Dalam dunia pendidikan, AI membawa berbagai peluang besar: pembelajaran yang lebih personal, efisiensi administrasi, hingga peningkatan akses pendidikan bagi banyak kalangan. Namun di sisi lain, kita juga perlu menyadari adanya tantangan dan potensi ancaman—mulai dari isu etika, penyalahgunaan teknologi, hingga kekhawatiran tergantikannya peran pendidik oleh mesin. Karena itu, penting bagi dunia akademik untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga menjadi pengarah dan pengawal dalam penggunaannya yang bertanggung jawab dan manusiawi.

Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan mahasiswa/i, Dosen dan Pegawai, dan seluruh Pengurusan Yayasan Kaya Tene.

Komentar Anda?

Related posts