PORTALNTT.COM, KOTA KUPANG – Antonius Ayub Adha alias Ayub Adha (24) Terdakwa kasus dugaan pembunuhan Charly Sowo, mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira Kupang pada Juli 2018 akhirnya divonis bebas oleh majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas IIA Kupang dalam sidang putusan yang digelar di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Kupang, Jumat (9/10/2020) siang.
Dalam amar putusannya, majelis hakim yang dipimpin ketua Majelis hakim Fransiskus Wilfridus Mamo dengan hakim anggota Reza Tyrama dan Cokorda Budi Pastima, menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primer dan dakwaan subsidair dan dakwaan lebih subsidair tersebut.
Sidang juga memutuskan membebaskan Ayub Adha dari semua tuntutan jaksa penuntut, membebaskan dari tahanan dan memulihkan haknya dalam kemampuan, kedudukan serta harkat martabatnya.
Dalam sidang itu, terdakwa perkara Petrus Antonius Ayub Adha alias Ayub dan penuntut umum mengikuti sidang secara virtual. Sementara tim kuasa hukum Imbo Tulung bersama anggota tim kuasa hukum Biyante, SH., Rio Mamoh, SH, MH., dan Marsel Manek, SH dan Yance Tobias Mesah, SH. menjalani persidangan di Pengadilan negeri kelas IIA Kupang.
Ketua tim kuasa hukum Imbo Tulung kepada wartawan menyatakan keyakinan mereka sejak awal bahwa klien mereka tidak bersalah dalam kasus yang didakwakan itu.
“Dari 30 saksi dengan alat bukti yang dihadirkan kami sudah punya keyakinan sejak awal bahwa klien kami tidak terbukti melakukan tindakan sebagaimana dituduhkan oleh pihak-pihak yang mempunyai kewenangan dalam hal ini,” tegas Imbo Tulung.
Menurutnya dengan adanya putusan bebas terhadap kliennya maka hukum itu masih ada, berlaku bagi oknum yang tidak bersalah.
“Kalian menuntut kami akan membebaskan. Inilah perilaku-perilaku dari hukum yang sebenarnya harus diperbaiki karena kasus ini sebenarnya dipaksakan. Kasus ini sejak awal sudah cacat, sejak dari pertama dia ditetapkan jadi tersangka. Sehingga dalam pembuktian persidangan saudara kami ini tidak bersalah melakukan pembunuhan terhadap korban seperti yang dituduhkan,” tegas Imbo.
Baginya, hal ini menjadi PR (Pekerjaan Rumah) atau tugas yang belum berakhir karena bagi pihak yang memiliki andil menghilangkan nyawa korban, menjadi tugas dari pihak kepolisian untuk menelusuri lebih lanjut siapa sebenarnya yang melakukan pembunuhan terhadap korban.
Ia mengatakan perlu treatment yang benar untuk kebenaran. Muaranya hal tersebut terjadi pada hari ini dimana kliennya yang didakwa membunuh dengan tuntutan 12 tahun penjara oleh Jaksa dibebaskan oleh majelis hakim.
Hukum menurutnya masih berpihak terhadap suatu keadilan. Hukum itu hidup. Hukum bukan sekedar menghukum tetapi memperhatikan fakta yang dipertanggungjawabkan.
“Dalam kasus ini jaksa gagal untuk menjerumuskan dan kami berhasil membebaskan satu nyawa anak manusia yang tidak bersalah,” pungkasnya.
Terkait kesiapan tim kuasa hukum jika pihak jaksa melakukan langkah hukum selanjutnya dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, salah satu tim kuasa hukum, Biante mengatakan bahwa pihaknya akan menunggu dan siap mengikuti proses hukum selanjutnya jika ada.
“Kami siap,” kata Biante didukung rekan-rekan kuasa hukum lainnya.
Biante mengakui bahwa dalam fakta persidangan yang tak terbantahkan ada saksi yang diduga merekayasa atau diarahkan sehingga ia meminta pihak
kepolisian untuk menentukan seseorang menjadi tersangka itu jangan hanya berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup tetapi temukan lah bukti yang sebenarnya, TKP, alat dan lain sebagainya.
“Pada hari ini saudara kita Petrus Antonius Ayub Ada dinyatakan bebas demi hukum, dipulihkan harkat dan martabatnya,” tegas Biante.
Untuk diketahui Terdakwa Petrus Antonius Ayub Adha alias Ayub Adha (24) sebelumnya didakwa bersalah merampas nyawa orang lain yaitu, Carolino Agustino Sowo alias Laly.
Perbuatan terdakwa diancam dalam Pasal 340 KUH , Pasal 338 KUHP dan Pasal 351 ayat (3) KUHP.
Sebelumnya, dalam sidang tuntutan yang digelar pada Kamis (1/10), penuntut umum menuntut terdakwa AA dengan pidana penjara selama 12 tahun penjara.
Penulis dan Editor: Jefri Tapobali