PORTALNTT.COM, KOTA KUPANG – Pandemi Covid-19 mengharuskan pemerintah daerah (pemda) di seluruh Indonesia untuk melakukan penanganan yang tepat dan terukur, tidak terkecuali dalam aspek keuangan. Karena itu perubahan kebijakan keuangan negara dan refocusing anggaran menjadi keharusan dalam menghadapi pandemi ini. Selain itu, pemerintah perlu melakukan identifikasi risiko dan memitigasi risiko pertanggungjawaban dalam rangka good governance.
Akuntan sebagai pelaku utama keuangan harus mengambil peran sebagai trusted advisor bagi pemda dalam mengawal efektivitas anggaran di masa pandemi Covid-19.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (DPN IAI) Prof. Mardiasmo dalam keynote speech-nya pada acara webinar IAI Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis, 25 Juni 2020. Webinar ini bertema Optimalisasi Penganggaran, Pengawasan dan Pertanggungjawaban terhadap Refocusing APBD untuk Penanggulangan Pandemi Covid 19.
Webinar ini diselenggarakan secara virtual, diikuti oleh 499 peserta yang berasal dari BPK, BPKP, Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota di NTT, perguruan tinggi dan K/L setempat, hingga kalangan swasta dan umum.
Selain Prof. Mardiasmo yang menjadi keynote speaker, webinar ini juga menghadirkan pembicara Prof. Harry Azhar Azis (Anggota VI BPK RI) dan Jefirstson R. Riwu Kore (Wali Kota Kupang, NTT).
Atas alasan itu, Prof. Mardiasmo meminta IAI wilayah NTT mendampingi pemerintah daerah se-Nusa Tenggara Timur dalam melakukan refocusing APBD dan ikut serta mengambil bagian dalam pengawalan refocusing APBD untuk penanggulangan pandemi Covid-19 sehingga terjaga akuntabilitas pengelolaannya dalam membantu pemulihan ekonomi pada masa pandemi Covid-19.
Mantan Wakil Menteri Keuangan RI itu menjelaskan, terkait dengan refocusing keuangan pada masa Covid-19, terdapat dua program yang harus menjadi fokus setiap pemerintah daerah. Pertama, program percepatan penanganan pandemi Covid-19 harus diutamakan, sehingga shifting anggaran dari APBD bisa mempercepat pemulihan dan penanganan kesehatan masyarakat.
Kedua, program pemulihan ekonomi, terutama ekonomi kerakyatan yang menyentuh langsung pada seluruh masyarakat Indonesia.
“Jika pada krisis keuangan sebelumnya, yang terkena dampak adalah industri keuangan, pengusaha, dan perusahaan besar. Namun krisis akibat pandemi Covid-19 ini langsung menyerang kalangan UMKM dan pekerja kelas bawah sampai menengah,” ujar Mardiasmo.
”Karena itu program pemulihan ini harus berjalan simultan dan fokus. Makanya anggaran pemerintah perlu di-refocusing,” Ketua DPN IAI itu menambahkan.
Mardiasmo yang kini menjadi Ketua Komite Pengawas Perpajakan Kementerian Keuangan itu menjelaskan, dari sisi belanja, APBN sangat berperan dalam membantu pemerintah daerah keluar dari kesulitan akibat pandemi. Harus diakui, porsi APBN untuk berbagai alokasi kini telah berkurang, karena pemerintah fokus pada dana-dana pemulihan yang langsung ditransfer ke masyarakat. Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga berkurang karena turunnya penerimaan pajak dan retribusi daerah.
Namun Prof. Mardiasmo menekankan, tetap ada benefit yang bisa diambil dari kondisi seperti ini. Pandemi Covid-19 telah mengefektifkan dukungan teknologi dalam penyelesaian banyak sekali pekerjaan, sehingga anggaran belanja pendukung kinerja seperti konsumsi rapat, perjalanan dinas, dan pengeluaran sejenis, bisa diminimalkan.
“Karena dulu, anggaran konsumsi rapat di K/L seluruh Indonesia saja mencapai Rp18 triliun,” papar Mardiasmo.
Peran Akuntan: Trusted Advisor
Meskipun ini adalah kondisi sulit karena banyak sekali pembatasan, Prof. Mardiasmo melihat ini adalah kesempatan emas bagi Akuntan Profesional untuk dapat membantu pemda yang sedang limbung. Karena itu dibutuhkan inspektorat dan akuntan yang memiliki agilitas (kelincahan dan adaptabilitas) tinggi, yang dapat bertindak sebagai trusted advisor bagi entitas pemda. Pada kondisi ini, akuntan harus tampil di depan dan mengawal pemda dari awal hingga akhir dalam melakukan shifting dan refocusing anggaran.
Menurut Prof. Mardiasmo, idealnya yang dilakukan adalah zero based budgeting, yakni menyusun anggaran dari awal sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Dengan demikian nonvalue-added activities dapat dihilangkan dan belanja yang tidak perlu dapat dipangkas, lalu dialokasikan kepada kebutuhan langsung masyarakat dan proses pemulihan pasca pandemi Covid-19.
“Akuntan dan BAKD harus bersama-sama dalam menyusun anggaran seperti ini. Buktikan bahwa APBD ini bisa beriorientasi pada kepentingan publik dan tidak incremental, dimana dalam penyusunan anggaran hanya diihat dari anggaran sebelumnya, lalu ditambahkan dengan kebutuhan terkini. Metode seperti ini tidak efisien dan nilai ekonomisnya tidak terlihat,” jelas mantan Kepala BPKP itu.
Mardiasmo juga menghimbau dalam kondisi ini 3rd line of defense harus melebur, serta inspektorat harus turun langsung sehingga pelaksanaan anggaran bisa dijalankan dan dipertanggungjawabkan dengan baik.
“Jangan sampai setelah semuanya normal, ini menjadi pertanyaan dari auditor dan lembaga penegak hukum,” Prof. Mardiasmo menekankan. Karena itu inspektorat harus merekam semua aktivitas mulai dari rapat komite anggaran, penentuan prioritas, hingga proses pengadaan, untuk memastikan tidak ada masalah di masa depan.
Pada kesempatan itu, Prof.Harry Azhar Azis menyampaikan perlunya tata kelola yang baik dan pengawasan yang ketat agar dana penanganan Covid-19 tepat sasaran. Apalagi ia mencatat dana hasil refocusing APBD di 34 provinsi dan seluruh kabupaten/kota di Indonesia, mencapai Rp67 triliun. Dana sebesar itu dibagi untuk tiga keperluan, yaitu penanganan dampak kesehatan, penanganan ekonomi, dan untuk jaring pengaman sosial.
“Khusus di NTT saja, refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19 mencapai Rp1,1 triliun,” ujar mantan Ketua BPK itu.
Ini harus menjadi perhatian bersama karena jejak digital media di Indonesia mengungkapkan dana penanggulangan bencana alam, pandemik, dan stimulus penyelamatan dari krisis ekonomi selalu diwarnai penyelewengan uang negara secara masif.
Prof. Harry menilai, transparansi dan akuntabilitas pada masa dan pasca Covid 19 memerlukan sinergi antara penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, dan BPK) dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dan kewenangan masing-masing lembaga.
Sementara itu, Walikota Kupang, Jefirstson R. Riwu Kore menyampaikan bahwa saat ini pihaknya selaku eksekutor terdepan dalam penangan Covid-19 di Kupang dan sekitarnya, sedang berupaya keras untuk membantu semua warga yang terkena dampak Covid 19, baik dengan bantuan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun dengan kekuatan APBD Kota Kupang setelah melakukan refocusing APBD.
Namun ia menyayangkan, dana hasil refocusing APBD juga belum semua tersalurkan karena terkendala data-data yang disampaikan ke pemda dan penerima bantuan harus tepat sasaran sehingga mencegah penyalahgunaan dana hasil refocusing APBD. Karena itu ia mendukung peningkatan peran akuntan dan dukungan IAI Wilayah NTT untuk membantu pemda setempat dalam mengawal akuntabilitas penggunaan dana refocusing APBD agar transparan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tentang IAI
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) adalah organisasi profesi akuntan yang menaungi seluruh akuntan di Indonesia yang tersebar di 34 provinsi.
IAI merupakan anggota dan pendiri International Federation of Accountants (IFAC) dan ASEAN Federation of Accountants (AFA), serta associate member Chartered Accountants Worldwide (CAW).
Untuk menjaga integritas dan profesionalisme akuntan Indonesia, IAI menerbitkan Kode Etika Akuntan Indonesia. Sebagai standard setter, IAI menyusun dan menetapkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia. (PN)