PORTALNTT.COM, KUPANG – Sore itu, Rabu 5 Juni 2024, sekira pukul 16.35 saya bersama Bapak George Hadjoh dari gedung serba guna KONI NTT, bergerak menuju Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. W.Z. Johanes Kupang.
Saya mulai mamacu mobil yang kami kendarai melewati jalur El Tari dan turun ke arah Kuanino. Jalur yang kami lalui sore itu agak ramai, dan kami baru sampai ke RSUD, kurang 5 menit pukul 17.00 wita.
Kami turun dari mobil dan melangkahkan kaki menuju ruangan Paviliun RUSD, tempat dimana Dokter Hermanus Man dirawat pasca menjalani Operasi kanker Usus.
Sebelum masuk kami bertemu salah satu anak Dokter Hermanus yang berada di luar ruangan dan kami berjabat tangan. Ia pun mencoba menyampaikan kepada Mama dan saudaranya yang sedang menjaga ayah mereka, tentang kedatangan Bapak George Hadjoh.
Setelah beberapa saat anak Dokter Herman yang sulung, Rafael keluar dan menghampiri kami di luar. Ia menyampaikan kondisi bapaknya masih belum stabil. Wajahnya terlihat pucat karena kurang istirahat.
Bapak George Hadjoh pun bertanya apakah bisa diperkenankan untuk membesuk Pak Dokter. Anaknya menyampaikan bahwa Bapaknya belum diijinkan untuk banyak bicara.
“Kalau demikian biar kami masuk sebentar dan berdoa,” pinta George Hadjoh pada Rafael anak Dokter Herman. Ia pun mengiyakan tapi agak sedikit keraguan dari tatap matanya.
Kami pun masuk ke ruangan itu. Di dalam ada istri Pak Dokter Herman Man yang sementara duduk di lantai beralaskan karpet, Ibu Elisabet Lies Rengka, anak perempuannya, Herly Man yang sementara berdiri setia menjaga ayahnya dengan sebuah gelas berisi air, ada juga kerabat Pak Dokter dari Manggarai yang duduk di lantai bersama ibu Elisabet.
Setelah menyalami semuanya, Bapak George menghampiri Dokter Herman yang terbaring di tempat tidur. Ada beberapa selang terpasang di wajahnya. Wajah Pak Dokter juga sangat pucat.
“Bapak sonde makan sudah 12 hari karena usus harus benar-benar bersih sebelum operasi. Makan hanya melalui cairan infus,” jelas Herly anak perempuan Dokter Herman.
Dokter Herman yang tengah terbaring lemas dan belum bisa banyak bicara tiba-tiba menyambung apa yang disampaikan anaknya.
“Sudah agak baik,” ungkap Dokter Herman Man sembari menunjukkan bekas operasinya.
“Nanti kalau beta sembuh, beta siap jadi Jurkam untuk Pa George,” sambung Dokter Herman penuh semangat.
Sontak saja ucapan Dokter Herman, seperti nyala api di tengah malam yang sunyi. Dokter Herman begitu antusias menyambut Bapak George. Ia memberikan dukungan positif atas langkah politik yang sementara dijalani George Hadjoh untuk menjadi bakal Calon Wali Kota Kupang.
Dari semua kandidat calon Wali Kota ataupun Wakil Wali Kota, hanya George Hadjoh satu-satunya tokoh politik yang datang menjenguk Dokter Herman Man.
Antara Dokter Herman Man dan George Hadjoh, pernah satu panggung saat perkenalan bakal calon Wali Kota Kupang yang mendaftar di Partai Demokrat. Momen itu terjadi dalam kegiatan Rakerda Partai Demokrat, tanggal 2 Mei 2024 di Hotel Sasando.
Mungkin itulah yang membuat Dokter Herman merasa George Hadjoh adalah bagian dari dirinya karena memiliki komitmen yang sama untuk membangun Kota Kupang.
Dokter Herman lalu bertanya tentang partai pendukung. George Hadjoh menjawab untuk saat ini yang sudah serius Partai NasDem dan PKB. Demokrat juga sudah memberikan lampu hijau.
“Pak tenang saja, nanti kalau beta sudah sembuh nanti beta bawa ketemu teman untuk bantu di Jakarta. Beta juga nanti akan berdiri paling depan dan kampanyekan dukung Pak George. Semua keluarga wajib dukung,” ucap Herman penuh semangat. Terlihat wajahnya mulai memerah dan penuh keceriaan dibandingkan ketika saat awal kami masuk.
Kami semua agak sedikit irit berbicara karena sebelum masuk sudah diinformasikan tentang kondisi Dokter Herman. Namun saking bahagianya mendapat kunjungan dari Bapak Geroge Hadjoh, Dokter Herman terus berapi-api bicara tentang politik. Situasi perlahan-lahan mulai mencair.
Sesekali kami harus tertawa. Itulah kehebatan Dokter Herman, meskipun dalam keadaan kritis beliau tetap bersemangat dan memiliki keyakinan yang kuat akan sembuh dari sakit yang dideritanya.
Suasana semakin menjadi santai ketika Bapak George Hadjoh juga sesekali membalas pembicaraan dengan bahasa Manggarai.
Ruangan yang awalnya dipenuhi keheningan, terasa bersahabat. Semua bercerita dalam suasana penuh kekeluargaan.
Bapak George Hadjoh pun membagikan kesaksiannya ketika menjadi Penjabat Wali Kota selama 1 tahun.
Saat itu Ia ke rumah jabatan dan ada 6 orang tukang masak. Keenam tukang masak itu merupakan gabungan dari tukang masak mantan Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore (3 orang) dan Wakil Wali Kota Kupang, Herman Man (3 orang). Dari keenam orang tersebut harus dipilih hanya 3 orang untuk membantu urusan di rujab Wali Kota Kupang.
Dengan sangat bijaksana, George Hadjoh membuat undian dan meminta 6 orang itu berdoa lalu menarik undian untuk memutuskan siapa yang bisa tetap melayani di Rujab.
“Siapa yang dapat nomor 1, 2, dan 3 tetap di Rujab. Dan yang tidak dapat, nanti bergabung di biro umum. Silahkan kalian berdoa. Setelah berdoa ternyata yang mendapat nomor undian nomor 1, 2, dan 3 semuanya adalah tukang masak dari mantan Wakil Wali Kota, Dokter Hermanus Man,” ungkap George Hadjoh kepada Dokter Herman Man bersama keluarganya.
Selama 1 tahun menjadi Penjabat Wali Kota Kupang, George Hadjoh memperlakukan semua pekerja secara adil. Bahkan pada saat makan, semua Tukang masak dan Pol PP beserta pekerja di Rujab diundang untuk makan satu meja. Bagi George Hadjoh jabatan yang diembannya bukan sesuatu yang harus dibanggakan tapi sebuah pelayanan.
“Selama 1 tahun mereka semua menikmati suasana seperti di rumah sendiri. Dan saya sampaikan kepada mereka bahwa nikmati karena kesempatan ini tidak akan kalian nikmati ketika saya keluar dari rumah jabatan ini,” ungkap George Hadjoh.
Suasana di ruang itu menjadi hangat tanpa ada rasa kik kuk. Canda tawa membuat semua yang ada larut dalam diskusi. Tanpa terasa sejam telah berlalu, waktu menunjukkan pukul 18.00.
Sebelum beranjak pulang, George Hadjoh meminta ijin Dokter Herman dan keluarga untuk memimpin Doa.
“Bapa Dokter saya ijin pimpin Doa. Begini-begini saya ini penatua emeritus,” ungkap George Hadjoh disambut tawa seisi ruangan.
Kami pun pamit dengan satu pesan dari Dokter Herman Man akan bertemu kembali setelah dirinya pulih dari sakit.
Melayat di Rumah Duka
Malam itu, Selasa 2 Juli 2024, saya bersama Bapak George Hadjoh pergi ke rumah Dokter Herman Man.
Tiba di rumahnya di wilayah Farmasi. Ada begitu banyak krans bunga di depan pekarangan rumah. Kami pun melangkahkan kaki memasuki rumah.
Kami disambut Kakak Herly, anak perempuan Dokter Herman. Ia begitu bersedih, air matanya menetes dan kemudian menyapa Bapak George sembari cium hidung.
Di situ terlihat Bapak Dokter Herman terbaring kaku. Tubuhnya ditutupi kain adat manggarai. Di kepalanya ada topi Songke. Sementara di sampingnya duduk istri tercinta Ibu Elisabet.
Bapak George pun menyalami Ibu Elisabet dan setelah itu mencoba memegang tangan Dokter Herman. Menyapa tubuh yang terbaring kaku.
Sungguh sebuah pertemuan yang tak diinginkan. Kini tak ada lagi canda tawa. Yang ada hanya keheningan dan kesedihan dalam hati.
Pertemuan kali ini tak seindah ketika di Rumah Sakit.
Selamat jalan Dokter Herman Man. Kepergianmu meninggalkan banyak cerita yang akan senantiasa dikenang.
Selamat jalan orang baik. Sampai bertemu di Yerusalem yang baru.