Oleh Eddy Ngganggus
Sudah 3 tahun kontribusi laba Bank NTT kepada PEMDA, jumlahnya menurun, kecuali di tahun 2022 sedikit membaik.
Apa strategi bisnis di tahun 2025 dari para kandidat Direksi dan Komisaris untuk memperbaiki laba bank agar bisa mencapai minimal sama dengan tahun 2020. Itu peran seluruh stake holder bank mulai dari Pemegang Saham, Komisaris, Direksi, Anggota DPRD, regulator (termasuk otoritas bank) dan nasabah.
Peran Pemegang Saham (PS) seri B saat itu (era tahun 2017 – 2023) sangat baik dalam memandu desain strategi bisnis yang mereka tuangkan pada Bussines Plan atau RBB (Rencana Bisnis Bank). Peran PS seri B sangat besar karena banking minded beliau sangat kuat. Bisnis bank dan bisnis non bank sangat khas dan jauh berbeda dari bisnis lain.
Saya sebut dua saja dari beberapa ciri yang ada.
Yang pertama bank itu lembaga yang hight regulated, coroprasi yang sangat di atur oleh banyak regulasi. Karena banyaknya regulasi itu maka para pengurusnya wajib disertivikasi dengan kapasitas tertentu. Karena itu dibutuhkan orang yang menguasai detail aturan-aturan ini.
Kedua hightgearing yakni corporasi yang bisnisnya menggunakan modal yang sangat besar bahkan menggunakan sebagian besar dana milik orang lain yang bukan milik bank. Dana itu adalah Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam bentuk tabungan, deposito dangiro. Bandingkan dengan data bank NTT per Desember 2024, modal bank NTT Rp 3 Triliun ( setelah KUB), Kredit yang di berikan Rp 12,7 Trliliun. Ini artinya ada dana sebesar Rp 9,7 Triliun yang bukan merupakan dana bank atau milik orang lain.
Dari data ini kita melihat 76,8% kredit yang di berikan itu adalah uang milik atau orang lain. Orang lain itu adalah para penabung, giran dan deposan. Keadaan ini yang membuat bisnis bank itu butuh kepercayaan publik karena ia (bank) berbisnis menggunakan dana publik. Bank bisa dipercaya publik hanya bila pengelola bank dipercaya oleh publik. Disinilah pentingnya trust yang dicirikan oleh integritas yang mumpuni.
Konsekuensi
Nah, dua ciri ini melahirkan konsekuensi. Konsekuensinya mesti dikelola oleh profesional yang memiliki wawasan perbankan atau banking minded yang memadai. Tidak cukup dikelola oleh mereka yang memiliki gelar akademis tinggi namun tidak spesifik bank minimal experience banking yang memadai. Apalagi bila dihadapkan dengan realitas Bank NTT sebagai bank “plat merah” milik pemerintah yang 99% pemegang sahamnya adalah politisi, bukan banker’s (maaf saya disclaimer ini tidak bermaksud mengecilkan kapasitas perbankan para PS). Menjadi kesulitan tersendiri bila bank yang hight regulated dan hight gearing dikelola oleh orang yang low literate tentang bank.
Bank NTT memiliki seorang Pemegang Saham seri B yang higt literate, khusus tentang bank NTT. Pemegang saham seri B yang saya maksudkan itu adalah bapak Amos Ch. Corputty.
Beliau seorang banker’s senior yang menjadi DIRUT bank NTT beberapa periode. Jejak prestasi emas beliau untuk bank NTT sangat monumental, di antaranya branding bangunan bank NTT yang megah berlantai 5 dengan fasilitas lift, peralihan tata adminstrasi bank dari manual of line ke mesinyang on line, pertama kali bank NTT mengenal ATM, kesejahteraan pegawai yang baik, pendirian dana pensiun bank NTT yang saat ini membuat kesejahteraan para pensiunan bank NTT menjadi sangat terawat, beliau juga mendorong pendirian Koperasi karyawan bank NTT yang saat ini berkembang baik dan deretan penghargaan yang diperoleh bank NTT.
Terutama juga suasana bisnis yang sejuk, harmonis hubungan bisnis yang humanis sangat di rasakan. Jarang kita mendengar isu miring tentang bank NTT selama kepemimpinan beliau.
Bila kemampuan beliau sebagai banker’s senior di advice olehstake holder yang lain terutama oleh forum RUPS dengan baik maka saya kira akan ada banyak ide strategis yang belum kita ketahui bisa beliau singkapkan dan dipandu.
Salah satu contoh, ide beliau tentang holding company khusus bank untuk ASN. Menurut beliau profil risoko bisnis pada segmen ini relatif sangat secure atau aman dan sangat ideal bisa mengungkit kinerja laba bank NTT, (penulis tidak merinci detail strategi ini, karena fokus tulisan pada referensi subyektif banker’s. Akan di ulas pada tulisan berikut ).
Saya tidak bermaksud mengkultuskan bapak Amos Corputy, tetapi warisan sejarah strategi berbisnis yang taat asas yang pernah ditorehkannya layak di rujuk oleh pengurus , Pemegang Saham yang saat ini akan berproses fit & proper test untuk mendapatkan pemimpin bank NTT beberapa tahun ke depan.
Pandangan bersifat subyektif yang historical seperti ini memang bukan panduan teknis yang popular, namun menurut penulis kehebatan teknis mesti jalan bersama kemampuan etis. Catatan subyektif dan historical tentang cara bapak Amos Corputy memimpin adalah panduan etis yang menurut penulis layak dirujuk dan dipandu sebagai another strategy dalam menyusun strategi bisnis bank NTT 4 tahun ke depan.
Sumber petuah untuk membangun bisnis yang lebih baik tidak selamanya dari person atau seseorang tetapi juga sejarah juga bisa menjadi salah satu sumber petuah dan cara semesta berpetuah kepada kita.
Semoga profille bapak Amos menjadi penerang ingatan kita yang bisa memandu kita menuju perwujudan visi menjadi bank NTT yang Sehat, Kuat dan Terpercaya .
Lebih dari itu harapannya agar forum RUPS berikut bisa mengidentifikasinya dengan baik penyebab menurunnya kontribusi ini. Lalu bisa mengasistensi dan mengawal bagaimana strategi bisnis Bank NTT di tahun 2025 dari para kandidat Direksi dan Komisaris, dengan rujukan etis yang saya gambarkan di atas.