PORTALNTT.COM, WAIKABUBAK – Badan Pertahanan Nasional (BPN) kabupaten Sumba Barat (SB) memberikan keterangan di hadapan komisi A DPRD Sumba Barat, Selasa (8/5/2018) di ruang sidang komisi A sehubungan kegiatan pengukuran pengembalian batas bidang tanah yang dimohon oleh PT Sutra Marosi Kharisma (PT.SMK) atas obyek sertifikat HBG no.3 S/D 7, yang terletak di Patiala Bawaawa kecamatan Lamboya Sumba Barat.
Rapat dengar pendapat tersebut dipimpin oleh wakil ketua 1 DPR SB, Daniel Bili SH, serta dihadiri oleh beberapa anggota DPRD dari komisi A.
Dalam kesempatan itu BPN diminta untuk memberi keterangan terkait kronologis kegiatan pengukuran yang menimbulkan jatuh korban jiwa dari masyarakat Patiala Bawa.
Kepala BNP SB, Jaungkap E. Simatupang dalam hal ini diwakili oleh Ridon Djula, selaku kepala seksi hubungan hukum pertanahan menyampaikan bahwa pengukuran tersebut sudah sesuai prosedur berdasarkan SOP yang berlaku di kementrian ATR/BPN RI yang diatur dalam PP 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan peraturan pelaksanaan permenag/Ka.BPN 3 tahun 1997,dan PP 128 tahun 2015 ttg jenis dan tarif atas jenis PNPB yang berlaku dikementerian ATR/BPN.
Menurut Djula Alasan PT. SMK mengajukan pengukuran tersebut karena pilar batas bidang sertifikat HGB no.3 s/d 7 sebagian besar telah hilang, karena diakui tanah tersebut sudah diterlantarkan sekian tahun, terkait status tanah terindikasi terlantar tidak semudah yang kita pikirkan karena melalui prosedur dan tahapan untuk menjadi status tanah terlantar, peringatan terhadap pemegang hak dan penatapan menjadi tanah terlantar dan kegiatan ini menjadi kewenangan Kanwil BPN Provinsi NTT dan untuk menetapkan menjadi tanah terlantar adalah kewenangan menteri ATR/Ka. BPN berdasarkan PP 10 tahun 2011 dan perkaban 4 tahun 2010 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar, proses tersebut sedang berjalan, untuk itu pihak PT. SMK masih diberi kesempatan untuk memanfaatkan tanah sesuai peruntukkan yakni untuk usaha perhotelan dan pariwisata.
Kaitan dengan apakah PT. SMK memiliki legalitas seperti dituding oleh masyarakat, kata Djula itu tidak benar karena tanah tersebut telah memiliki surat tanda bukti pemilikan tanah berupa sertifikat HGB no.3 s/d 7 yang terbit tanggal 23 November 1995 dan akan berakhir tanggal 23 November 2025.
Adapun dasar perolehan tanah oleh PT. SMK adalah melalui pelepasan hak dari masyarakat dengan ganti rugi dan dilepaskan kepada negara untuk proses pemberian HGB karena pemohon adalah perseorangan/badan hukum.
“Hal ini yang menjadi pertanyaan dari masyarakat Patiala Bawa yang nota benenya bukan seluruhnya sebagai para pihak atau ahli waris dari pihak yang melepaskan hak pada waktu itu kepada PT.SMK, adapun masyarakat tidak puas dengan perbuatan hukum yang terjadi pada tahun 1995 silakan mengajukan gugatan ke pengadilan, karena sebelum proses pengukuran ini terjadi pada tanggal 12 April s/d 25 april 2018,” katanya.
Lanjut Djula, BPN SB serta unsur pemerintah wilayah telah melakukan upaya mediasi bahkan dihadiri Bupati SB selaku pimpinan wilayah, namun masyarakat tetap berkelit dengan berbagai alasan yakni tanah tersebut dulu dibeli Oleh umbu S.Samapati SH, atau Umbu Kupang, bukan oleh PT SMK dan BPN menjelaskan berdasarkan dokumen pelepasan hak yang ada sebagai dasar lahirnya sertifikat GBH no.3 s/d 7 tahun 1997, kedudukan Umbu Kupang selaku kuasa yang bertindak untuk dan atas nama PT. SMK.
“Untuk itu kami tegaskan bahwa kegiatan pengukuran mengembalikan bidang tanah yang dimohon oleh PT. SMK sudah prosedur. Adapun hadirnya pihak keamanan yang ikut dalam kegiatan tersebut, diminta oleh pihak PT. SMK sudah prosedur dan peristiwa yang menimbulkan jatuhnya korban jiwa di luar pengetahuan kami, dan atas peristiwa tersebut BPN merasa prihatin dan turut berbela sungkawa, kami sadari bahwa masyarakat mitra utama kami di lapangan.
Namun dalam menyikapi setiap permohonan baik perorangan maupun badan hukum apalagi telah memiliki bukti penguasa dan kepemilikan tentu masyarakat atau siapapun pihak-pihak yang merasa keberatan hendak menempuh jalur hukum, bukan secara irasional yang menimbulkan kegaduhan,” kata Djula. (Mus)