Paus Fransiskus: Gembala Jiwa Yang Rendah Hati Telah Pergi dan Lilin Kecil Yang Akan Terus Bernyala

  • Whatsapp

Oleh: Drs. Fransiskus, Sili, M.Pd (Pengawas Ahli Madya Kementrian Agama Kota Manado)

Dunia kita berbicara dengan suara keras, yaitu pekik ambisi, kegaduhan, dan ketakutan. Dunia kita terus dihantui tiga godaan terbesar, 3-ta,  harta, tahta dan wanita. Dalam  dunia yang  sering makin kering, kita membutuhkan sumber air yang menghidupkan. Dalam kegelapan, kita membutuhkan terang meski cuma lilin. Dalam dunia yang seakan  tertutup jalan keluar, kita tetap membutuhkan harapan, dan harapan itu tidak pernah mengecewakan.

Jorge Mario Bergoglio lahir pada 17 Desember 1936 di Buenos Aires, Argentina, dari keluarga imigran Italia yang sederhana. Ayahnya, seorang pekerja kereta api, dan ibunya, ibu rumah tangga, membesarkan Jorge dalam suasana keseharian yang sarat nilai kekeluargaan dan ketekunan.

Ayah Paus Fransiskus bernama Mario, merupakan seorang imigran Italia yang bekerja di perkeretaapian sebagai seorang akuntan. Kemudian ibunya yang bernama Regina Sivori ialah seorang istri yang memiliki dedikasi yang tinggi dalam membesarkan kelima anaknya termasuk Paus Fransiskus.

Masa mudanya tak menunjuk pada jalan agung yang kelak ditempuhnya. Ia belajar Teknik Kimia dan sempat bekerja di laboratorium makanan. Namun, pada usia 21 tahun, sebuah panggilan batin yang kuat mengubah arah hidupnya: Jorge muda masuk novisiat Serikat Yesus, tarekat religius Katolik yang dikenal karena kedisiplinan intelektual dan misi pastoral serta edukasi mereka yang mendalam.

Dalam tahun-tahun berikutnya, ia ditempa dalam kerasnya formasi Yesuit: belajar filsafat, teologi, spiritualitas Ignasian, serta melayani di antara mereka yang terpinggirkan. Frater Jorge kemudian ditahbiskan menjadi imam, diangkat menjadi Provinsial Yesuit di Argentina selama masa politik yang bergolak, dan akhirnya dipilih menjadi Uskup Agung Buenos Aires.

Kehidupannya di Buenos Aires ditandai oleh gaya pastoral yang unik: berjalan kaki di tengah gang-gang sempit, naik bus umum, makan bersama orang miskin, dan lebih sering ditemukan di lapangan-lapangan kecil ketimbang di kantor megah keuskupannya.

Sebelum memilih jalan imamat, Paus Fransiskus merupakan lulusan teknisi kimia. Setelah lulus, ia memilih masuk Seminari Tinggi Keuskupan Villa Devoto. Pada tanggal 11 Maret 1958, Paus Fransiskus masuk novisiat Serikat Yesus. Kemudian ia menyelesaikan studinya di bidang humaniora di Chili dan pada 1963 kembali ke Argentina untuk kelulusan dengan gelar sarjana filsafat dari Colegio de San Jose di San Miguel.

Pada 1967 hingga 1970, Paus Fransiskus memilih untuk kembali belajar teologi dan tentunya memperoleh gelar dari Colegio de San Jose. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya pada 1970 hingga 1971 di Universitas Alcala de Henares Spanyol. Pada 22 April 1973, ia mengikrarkan kaul kekalnya bersama para Yesuit.

Kemudian sebelum melanjutkan perjalanannya hingga sampai terpilih sebagai Paus Gereja Katolik tertinggi dunia, pada Maret 1986, Paus Fransiskus pergi ke Jerman untuk menyelesaikan tesis doktoralnya

Paus Fransiskus memulai perjalanannya pada 1958, ketika ia bersekolah di Seminari Keuskupan Villa Devoto dan bergabung dengan Serikat Yesus. Lima tahun setelahnya, ia meraih gelar sarjana filsafat. Kemudian pada 1969, ia ditahbiskan sebagai imam.

Pada 1973, ia diangkat sebagai Provinsial SerikatYesus di Argentina. Enam tahun setelahnya, ia menjabatsebagai Rektor Colegio de San José dari 1980 hingga 1986.Karier gerejawinya semakin cemerlang pada 1992, ketika iadiangkat menjadi Uskup Tituler Auca dan Uskup AuksilierBuenos Aires. Setahun kemudian, ia dipercaya untukmemegang posisi penting sebagai Vikaris JenderalKeuskupan Agung Buenos Aires. Dedikasinya yang luarbiasa akhirnya membawanya diangkat menjadi Kardinal pada 2001. Ketika diangkat menjadi Kardinal oleh Paus Yohanes Paulus II, Jorge menolak undangan pesta besar. Ia lebih memilih merayakan momen itu dengan diam-diam dan tanpa kemewahan.

Pada 13 Maret 2013, dalam Konklaf yang mempertemukan para Kardinal dari seluruh dunia, Jorge Mario Bergoglio terpilih sebagai Paus ke-266. Ia memilih nama “Fransiskus,” sebuah tanda bahwa pelayanannya akan berakar dalam semangat Santo Fransiskus dari Assisi: kerendah-hatian, cinta kepada yang miskin, dan penghormatan kepada seluruh ciptaan. Paus Fransiskus yang memiliki nama asli Jorge Mario Bergoglio merupakan Paus berkebangsaan Argentina yang terpilih sebagai Paus ke-266 pada Konklaf 13 Maret 2013 itu.

Hingga saat ini, ia menjadi Paus ke-266 dalam sejarah Gereja Katolik sedunia. Selain itu, ia merupakan seorang Paus pertama yang berasal dari Benua Amerika. Paus Fransiskus meninggal dunia pada Senin pagi, 21 April 2025, pukul 07.35 waktu setempat.

Dikutip dari AP, kabar duka ini disampaikan oleh Kardinal Kevin Farrell di Vatikan. Dalam pernyataannya, Kardinal Farrell menyampaikan bahwa Paus Fransiskus telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk melayani Tuhan dan Gereja-Nya. Ia juga dikenal karena kesetiaannya pada nilai-nilai Injil, keberanian, serta kasih universalnya, terutama kepada mereka yang miskin dan terpinggirkan.

Pada pukul 9:45 pagi pada hari Senin Paskah, Kardinal Kevin Farrell, Camerlengo dari Kamar kerasulan, mengucapkan kata-kata ini di Casa Santa Marta: “Saudara dan saudari terkasih, dengan kesedihan yang mendalam saya harus mengumumkan kematian Bapa Suci kita Fransiskus. Pukul 7:35 pagi ini, Uskup Roma, Fransiskus, kembali ke rumah Bapa. Seluruh hidupnya didedikasikan untuk melayani Tuhan dan Gereja-Nya. Dia mengajarkan kita untuk menghidupkan nilai-nilai Injil dengan kesetiaan, keberanian, dan cinta universal, terutama untuk yang paling miskin dan paling terpinggir. Dengan rasa terima kasih yang luar biasa atas teladannya sebagai murid sejati Tuhan Yesus, kami memuji jiwa Paus Fransiskus untuk kasih penuh belas kasihan yang tak terbatas dari Tuhan Yang Satu dan Tiga. Ia telah dirawat di rumah sakit Gemelli selama 38 hari, sejak 14 Februari 2025 karena pneumonia ganda.

Sejak Awal Bukan baru Sekarang

Sejak 2013, Paus Fransiskus telah memperlihatkan secara gemilang kesederhanaan hidupnya. Mengapa?Karena dia seorang Jesuit, dan para Jesuit bersumpah untuk hidup miskin. Daripada tinggal di apartemen mewah Vatikan seperti para pendahulunya, dia memilih pindah ke Casa Santa Marta, tempat tinggal yang sederhana dan bersahaja.

Tidak ada hiasan. Tidak ada pembantu pribadi. Hanya tempat tidur, meja, dan imannya. Dia mengenakan sepatuhitamnya yang sudah usang, menolak sepatu mokasinmerah tradisional. Ia bepergian dengan mobil Ford Focus kecil, sementara para pemimpin agama lainnya berkendaradengan limusin. Ia makan bersama para karyawan Vatikan, bukan di ruang makan pribadi.

Ia berpakaian sederhana, tanpa perhiasan khusus, hanya pakaian putih dan salib besi. Kekayaan yang tak terlihat…Sementara sebagian orang berpegang teguh pada harta benda, properti, dan citra mereka…Paus Fransiskus memilih untuk tidak memiliki apa pun untuk menawarkan segalanya. Tidak ada jutaan. Tidak ada surat wasiat yang rumit. Dan akhirnya memang …Hanya 100 dolar… dan pesan yang kuat: “Yang penting bukanlah apa yang Anda miliki. Itulah diri Anda. Apa yang Anda lakukan untuk orang lain.”

Pada hari Paskah kedua, ketika ia wafat, langit dunia mendung dan pasti terkejut… tetapi tetap terinspirasi. Pada saat kekayaan sering menjadi tujuan akhir, Paus Fransiskus meninggalkan jejak abadi tanpa pernah berusaha memperkaya diri sendiri. Ia tidak mewariskan kekayaan materi apa pun. Ia meninggalkan kekayaan moral. Sebuah pelajaran tentang kerendahan hati. Sebuah visi pelayanan.Ia bukanlah seorang Paus yang mewah. Ia adalah seorang paus yang berhati mulia. Seorang pria yang telah membuktikan bahwa hidup sederhana berarti memerintah dengan cara yang berbeda.

Ungkapan Inspiratif

Gembala Terakhir di Hari Paskah, demikian tulis Syafinuddin Al-Mandari, Ketua Umum PB HMI 2001-2003. Ia menulis:  “Dalam sejarah panjang kekristenan, ada momentum-momentum yang terasa bukan hanya sakral, melainkan juga sangat simbolik, seolah langit dan bumi berdialog dalam senyap. Wafatnya Paus Fransiskus pada hari raya Paskah bukan sekadar peristiwa duka, tapi juga sebuah pesan spiritual yang kuat: bahwa ia, Sang Gembala Utama Gereja Katolik, telah menyelesaikan tugas sucinya dalam menuntun umat kepada fajar kebangkitan, dan kini tiba gilirannya untuk pulang kepada Tuhan yang ia cintai seumur hidupnya.

Lebih lanjut, tulisnya, Paskah adalah pusat dari iman Kristiani, hari ketika umat percaya merayakan kebangkitan Yesus dari kematian, simbol kemenangan kasih atas dosa, harapan atas keputusasaan. Di hari itulah, Paus Fransiskus mengakhiri perziarahan duniawinya. Bukan sebelum, bukan sesudah, melainkan tepat saat dunia Kristiani merayakan hidup baru. Sebuah penutup yang agung, seolah Paus menjadi penanda hidup: ia datang untuk menghidupi Injil, dan pulang setelah memastikan umat menyambut terang kebangkitan.

Sebagai seorang pemimpin Gereja, tambahnya, Paus Fransiskus tidak hanya membawa reformasi struktural dan doktrinal, tetapi juga membumikan Injil dalam narasi-narasi kemanusiaan yang universal. Dari langkah-langkah kecilnya menyapa para migran, mengunjungi narapidana, memeluk kaum terlupakan, hingga pesannya tentang bumi sebagai rumah bersama umat manusia, semuanya menegaskan bahwa iman tidak pernah jauh dari kemanusiaan. Dalam pidato-pidatonya, Paus sering mengutip Santo Fransiskus dari Assisi, pelindungnya, sebagai simbol kesederhanaan dan kasih kepada semua makhluk. Dan seperti Santo itu, Paus Fransiskus memilih hidup bersahaja di tengah istana Vatikan.

Masih menurutnya, Wafat Paus di hari Paskah bukan sekadar kebetulan. Seperti kata teolog Hans Urs von Balthasar, “Kekudusan adalah keindahan yang tak dapat disangkal, dan hidup yang dilayani oleh kasih akan menemukan waktunya sendiri untuk berpulang.” Maka ketika Paus wafat tepat di hari raya kebangkitan, kita seperti diingatkan bahwa hidupnya adalah pelayanan kasih yang paripurna. Ia tidak mati dalam kekalahan, tapi dalam kemenangan iman.

Tokoh Muslim seperti Fazlur Rahman, dalam kesempaan terpisah pernah menyatakan bahwa “agama yang besar adalah yang mampu melahirkan keinsafan etis yang melintasi batas sektarian.” Paus Fransiskus, dalam berbagai seruannya, telah menunjukkan bagaimana kasih dapat menjangkau lintas batas agama, ras, dan bangsa. Ia membuka pintu-pintu dialog antariman bukan dengan kecemasan teologis, tetapi dengan keberanian moral dan kelembutan spiritual. Ia lebih memilih menjembatani daripada membatasi.

Sosiolog Zygmunt Bauman menulis tentang “moralitas sebagai tanggapan kita terhadap kehadiran sesama.” Dalam semangat ini, Paus Fransiskus menghidupiimannya sebagai moralitas yang menjawab penderitaandunia. Dan kini, di hari ketika umat Kristen di seluruhdunia berseruKristus telah bangkit!”, Paus memilih untukdiam, menanggalkan jubah duniawinya, dan mengikutiTuhannya, dengan tubuh yang wafat, tetapi warisan yang hidup.

Kematian Paus Fransiskus bukan hanya penutupsebuah kepemimpinan. Ia adalah pesan transenden tentangbagaimana hidup yang dijalani dalam cinta akan berakhirdalam cahaya. Seolah ia berkata kepada dunia: “Aku telahmenyertai kalian hingga Paskah, kini biarkan aku pulang.”Selamat jalan, Paus Fransiskus. Engkau telah menyala bagidunia. Kini biarkan terang Paskah menyambutmu pulang, demikian tulisan seorang Muslim, mantan ketua HMI 2001-2003 yang bagus dan menginspirasi penduduk negeri ini.

Masih ada juga tulisan seorang muslim lain yang mengharukan: “Di tengah persaingan dunia yang penuh konflik dan kemanusiaan yang compang-camping, Paus Fransiskus mewariskan prinsip belas kasih sebagai kompas moral kita dalam menata kembali dunia dan Indonesia yang lebih baik.

Paus Fransiskus dicintai karena belas kasihnya yang tulus pada persaudaraan kemanusiaan yang universal. Ia tak sekadar fasih dalam mengajarkan belas kasih yang bersemayam dalam ajaran Yesus, komunitas Kristen awal, dan doktrin sosial Gereja. ”Pesan Yesus adalah belas kasih. Bagi saya dan saya katakan ini dengan rendah hati, belaskasih adalah pesan Tuhan yang paling kuat,” kata Paus dalam The Name of God is Mercy

Membekas Bagi Gereja Katolik di Indonesia

Kepergian Bapa Suci Paus Fransiskus ke Rumah Bapa pada hari Senin, 21/4/2025 itu sungguh meninggalkandukacita mendalam bagi umat Katolik dan dunia, termasukumat Katolik di Indonesia. Kedekatan hati umat KatolikIndonesia dengan Paus kelahiran Argentina itu begitumembekas dengan kenangan akan kehadirannya di Indonesia setahun lalu, tepatnya, tanggal 3-6 September 2024. Puncak pertemuan dengan umat Katolik Indonesia saat itu adalah perayaan Ekaristi di Gelora Bung Karno (GBK) pada hari Kamis, 5/4/2024.

Maka tatkala umat mendapat kabar bahwa Paus Fransiskus telah menghembuskan nafas terakhir pada hari kedua Paskah, dukacita itu menyeruak begitu dalam. Kedutaan Besar Vatikan di Jakarta sampai kewalahan menerima tetamu yang ingin mengucapkan dukacita dan doa.

Mendung duka sungguh menyelimuti dunia ketika  berita wafatnya paus Fransiskus digemakan otoritas Vatikan dan dalam hitungan detik, langsung viral ke seluruh dunia melalui media mainstream, dan portal media sosial seperti facebook, twitter, WhatsApp(WA) dan portal media sosial lainnya. Dalam hitungan detik, pelbagai elemen dunia menyampaikan turut berbelasungkawa dan berduka cita dalam pelbagai bahasa dunia.

Keuskupan Manado mengeluarkan pemberitahuan masa berkabung sehubungan dengan meninggalnya Paus Fransiskus. Di depan Gereja Katedral Manado dan rumah Keuskupan, terlihat berbagai ungkapan duka mendalam dari berbagai pribadi, tokoh, keluarga dan lembaga. Di Gereja-gereja Paroki pun disiapkan nuansa-nuansa khusus untuk mendoakan keselamatan Sri Paus.

Dalam surat nomor : 14/S/SE/IV/2025 tertanggal 22 April 2025 yang dirandatangani Sekretaris Keuskupan Manado Pastor Laurentius Paulus Pitoy MSC disebutkan, sesuai tradisi gereja maka bersama umat Katolik sedunia, umat Katolik Keuskupan Manado berkabung selama sembilan hari.

Selama masa berkabung, ada beberapa hal yang akan dibuat yakni foto/gambar Paus Fransiskus dalam bingkai diketakkan di depan altar dan di luar gereja dapat dibuat baliho foto/gambar Paus serta ucapan dukacita; Memasang bendera Vatikan setengah tiang di depan gereja. Masing-masing paroki dapat menentukan satu hari untuk mengadakan misa requiem sedangkan sebagai umat Katolik se-Keuskupan Manado akan dirayakan Misa Requiem yang dipimpin Uskup Manado, Mgr. Benedictus Estephanus Rolly Untu MSC pada Jumat (25/4/2025) jam 18.00 di gereja Hati Tersuci Maria Katedral Manado..

Presiden Prabowo dalam Youtube Sekretariat Presiden mengungkapkan dengan cara khas: “Dunia kembali kehilangan tokoh panutan yang memiliki komitmen besar”. Dalam pernyataan resminya, Presiden Prabowo mengenang Paus Fransiskus sebagai sosok panutan dunia yang tulus memperjuangkan nilai-nilai perdamaian, kemanusiaan, dan persaudaraan. Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyampaikan ucapan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya Paus Fransiskus, yang berpulang pada Senin pagi waktu Vatikan, 21 April 2025. Dalam pernyataan resminya, Presiden Prabowo mengenang Paus Fransiskus sebagai sosok panutan dunia yang tulus memperjuangkan nilai-nilai perdamaian, kemanusiaan, dan persaudaraan.

“Dengan rasa duka yang mendalam, saya menerima kabar mangkatnya Sri Paus Fransiskus. Dunia kembali kehilangan sosok panutan yang memiliki komitmen besar terhadap perdamaian, kemanusiaan, dan persaudaraan,” ujar Presiden Prabowo dalam pernyataan yang ditayangkan kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Senin, 21 April 2025.

Presiden Prabowo juga mengingat kembali momen istimewa ketika Sri Paus mengunjungi Jakarta pada tahun 2024. Menurutnya, kunjungan tersebut meninggalkan jejak yang kuat bukan hanya di kalangan umat Katolik, tetapi juga di hati seluruh rakyat Indonesia. “Kunjungan Sri Paus Fransiskus ke Jakarta tahun lalu telah memberi kesan yang mendalam, tidak hanya di kalangan umat Katolik namun di hati seluruh rakyat Indonesia,” ucapnya.

Lebih lanjut, Presiden Prabowo turut memuji nilai-nilai yang senantiasa diperjuangkan oleh Paus Fransiskus sepanjang kepemimpinannya. Mulai dari kesederhanaan, keberpihakan terhadap kaum miskin, serta kepedulian lintas agama dan bangsa. “Pesan kesederhanaan, pluralisme, keberpihakan kepada orang miskin, dan kepedulian Sri Paus terhadap sesama akan selalu menjadi teladan bagi kita semua,” kata Presiden. Di akhir pernyataannya, Presiden Prabowo pun memberikan penghormatan terakhir bagi mendiang pemimpin Gereja Katolik tersebut. “Selamat jalan Sri Paus, pesanmu untuk menjaga kemanusiaan dan perdamaian akan selalu membekas di hati kita,” tutup Presiden Prabowo.  

Untuk menghadiri acara pemakaman Paus Fransiskus, Presiden Prabowo mengutus Presiden ke-7 RI,  Joko Widodo (Jokowi), Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai, Wakil Menkeu Thomas Aquinas Djiwandono, dan Ketua Panitia Penyambutan Paus Fransiskus di Indonesia 2024,  Ignasius Jonan.

Masih tentang kesederhanaan Paus Fransiskus, Pater Marco Solo, SVD, yang ikut mendampingi Paus dalam kunjungannya ke Indonesia tahun lalu menulis…”Petinya sederhana sekali. Tubuhnya terbujur tenang dan damai. Wajahnya putih pucat dan tidak gemuk seperti semasa hidupnya. Semuanya menyusut di dalam peti yang agak sempit. Ia pergi mengenakan busana liturgi merah, tanda cinta teramat besar terhadap Tuhan dan GerejaNya, simbol kematian, gugur dalam tugas mulia, wafat karena ditaklukkan oleh penyakit. Rosario hitam melekat erat di tangannya. Terkenal cintanya yang besar semasa hidupnyaterhadap Bunda Maria.

Suara-suara Lain

Di balik kematian Paus Fransiskus yang menarik perhatian dunia, ternyata muncul sejumlah suara sumbang sebagian warga nitizen di tanah air yang mengejeknya sebagai mega leden atau hiu. Seperti muncul dari Tiktok pastor Marcel SMM, yang sempat viral. Kematian seorang Paus bukan sekedar akhir dari kehidupan biologis seorang tokoh agama. Namun ini adalah suatu peristiwa bersejarah, spiritual dan kultural yang sebetulnya menyentuh nurani dunia. Ketika Paus Fransiskus mengembusan nafas terakhirnya, pada 21 April 2025, pkl. 07.30 pagi waktu Roma, dunia pun diam sejenak. Pemimpin Gereja Katolik bagi dari lebih dari 1,4 miliard umat, Kardinal yang memilih nama Fransiskus ketika dipilih jadi Paus itu, berjuang menghayati semangat kemiskinan, injili dan damai. Ia kini telah berpulang. Namun warisannya baru saja memulai babak abadi.

Media dunia dari BBC, CNN, Aljasira sampai NHK sampai Vatikan News mengisi berbagai layar dengan aneka penghormatan mendalam. Pemimpin agama-agama besar, kepala negara, aktivis perdamaian hingga para pengungsi yang  pernah disentuh tangannya menyampaikan duka mendalam rasa turut berduka cita, tak ada sorotan sebesar ini  untuk tokoh agama manapun untuk zaman ini kecuali untuk Paus Fransiskus. Ini bukan sol kehebohan media, melainkan  sebagai wujud pengakuan dunia atas kekuatan moral dan spiritiual dan kemanusiaan yang telah ditanam  Paus Fransiskus selama masa jabatannya. Namun, di balik simpatik global ini,  terdapat suara-suara sumbang terutama  dari sebagian kecil netizen tanah air, yang mencibir kematian Paus dengan menyebutnya ikan paus, megalodon atau hiu.

Ejekan ini bukan hanya konyol tapi mencerminkan krisis spiritual dan moral yang lebih dalam. Mengapa sebagian orang perlu merasa menghina pemimpin agama yang  tak pernah merugikan mereka? Mengapa belas kasih dan penghormatan lintas iman begitu luntur seolah menjadi barang langka di ruang publik medsos? Padahal begitu banyak orang tak pandang suku dan agamanya  mengakui, Paus bukan hanya  pemimpin tertinggi Gereja Katolik. Ia  adalah tokoh spiritual dan moral dunia. Ia membela para migran, memperjuangkan keadilan ekologis, melawan keserakahan kapitalisme dan menjembatani dialog antaragama. Ia mengunjungi kamp pengungsi Muslim di Yunani, mencium kaki pemimpin Sudan yang berkonflik dan membuka pintu Vatikan bagi perdebatan teologis yang jujur dan terbuka. Dalam dunia yang semakin keras, ia memilih kelembutan.

Dalam dunia yang semakin terpecah, ia memilih menyerukan persaudaraan dan belas kasih. Jadi, mengapa dunia memberi perhatian sebesar ini? Karena dunia kita tetap haus akan ketulusan yang bersinar dari pribadi Fransiskus. Sebagai manusia ia  toh tetap tidak sempurna tetapi ia pribadi yang otentik. Maka ketika tokoh-tokoh  dunia kehilangan kepercayaan rakyatnya,  justeru pemimpin rohani yang satu inilah yang menunjukkan arah dan memberikan harapan bahwa kekuasaan sejati bukan dalam tahta tetapi dalam semangat pelayanan yangberbelaskasih.. dan mengapa sebagian umat kristen lain mengejeknya? Karena ketidaktahuan, karena ketidakmampuan membedakan  antara diskusi iman yang sehat dan keinginan untuk berdebat murahan. Karena kegagalan dalam memahami bahwa menghormati tokoh agama lain tidak mengancam iman saya, sebaliknya menginspirasi saya  untuk pribadi yang sungguh beriman dalam agama saya.

Bagaimana.. Yang memiliki iman sebagai sikap hati  yang percaya dan pasrah pada pengakuan akan Allah, yang setia dan tekun mengungkapkan imannya dalam berbagai ungkapa ibadat, doa, ibadat dan tradisi keagamaan. Kehadiran di rumah-rumah ibadah hendaknya dilanjutkan dalam medan hidup, dan terutama mewujudkan dalam prilaku dan perbuatan hidup. Menghormati dan belajar dari inspirasi tokoh agama lain justeru memperkaya dan memperdalam iman saya. Ironisnya, dalam agama yang mereka anut pun, cinta dan belas kasih menjadi inti pokok ajaran. Parahnya, itu hanya ucapan manis di bibir saja dan lupa bahwa cinta dan belas kasih adalah hukum utama. Maka ejekan mereka bukan saja menyerang Paus dan mereka yang menghormatinya, melainkan juga terutama mencederai inti iman mereka itu sendiri. Paus Fransiskus telah pergi, namun jejaknya menetap di tengah gubuk para pengungsi, di wajah anak-anak yang menderita karenanya, di  hati ribuan umat yang tengah berziarah di tanah iman, suatu ziarah pengharapan dan terus menjangkau yang tertinggal. Dunia tahu, langit pun tahu dan bersaksi, ia telah melawan kejahatan dengan kebaikan, membalas kebencian dengan doa. Kini, kita tidak hanya mengenangnya, kita kian ditantang untuk melanjutkan  perjuangannya. Dan bagi mereka yang menghinanya, ketahuilah bahwa nama mereka akan tenggelam dalam kebisingan algoritma, namun nama Fransiskus akan terus bergaung dalam doa-doa yang paling khusuk dan sunyi hingga akhir zaman.

Pesan Buat Kita

Meski Paus Fransiskus telah pergi, namun hidupnya terus mengingatkan kita bahwa perjalanan bangsa dan negara kita sebagai suatu sejarah keselamatan. Artinya, suatu perjalanan rohani bersama Allah menuju suatu dunia baru. Suatu langit dan bumi baru yang direncanakan Allah bagi seluruh umat manusia, tanpa pandang suku, agama, budaya dan bahasa. Dalam iman saya, saya  yakin, rencana Allah itu juga mencakup bangsa dan negara kita, suatu dunia dimana Allah menjadi segala-galanya untuk semua orang dan manusia saling menyapa dan hidup bersama berdampingan sebagai saudara. Dalam dunia baru itu, Allah menerbitkan  matahari dan menurunkan hujan bagi semua orang (Mat. 5:45).

Dalam perjalanan menuju dunia baru itu, kuasa-kuasa Allah lewat Roh Kudus hadir dan bergiat di dalam dunia (Kej. 1:2) dan dalam hati setiap orang (Rom. 5:5). Kehadiran dan kegiatan Roh itu bersifat universal, tidak dibatasi ruang dan waktu, mempengaruhi orang per orang dan masyarakat serta sejarah bangsa-bangsa, kebudayaan-kebudayaan, agama dan adat istiadat. Roh itu bekerja pula dalam setiap tradisi religius, agama serta kenyataan sosio-politik, bahkan perjuangan, pergumulan bahkan penderitaan  manusia, bangsa dan masyarakat. Dan Roh itu sedang menghantar bangsa dan masyarakat kita menuju Rumah Bapa. Di dalam Rumah Bapa itu, ada banyaktempat tinggal (Yoh. 12:2-3). Ada tempat untuk saudara-saudari kaum Muslimin dan muslimat, saudara-saudariKristen Protestan, saudara-saudari Konghucu, Hindu dan Budha serta Katolik. Semuanya dipanggil oleh Roh yang sama untuk membangun suatu budaya cinta, suatu budayabaru atau dunia baru dimana kita belajar meghargaikehidupan, menunjung tinggi persaudaraan, menerima sertamenghargai pluralitas dan perbedaan. Tugas kitamembangun bangsa ini sebagai bangsa pelangi tak pernah boleh berhenti.

Surat Wasiat

Dan masih tentang kesederhanaannya tetap menjadipesan sepanjang zaman. Berikut adalah isi lengkap Surat wasiat Paus Fransiskus sebelum wafatnya., yang ditulis pada Juni 2022, dan dirilis situs resmi Vatikan pada Senin (21/4) malam:

Dalam Nama Tritunggal Mahakudus. Amin. Ketika aku merasakan senja kehidupan duniawiku semakin mendekat, dan dengan harapan teguh akan kehidupan kekal, aku ingin menyampaikan wasiat terakhirku–khususnya mengenai tempat peristirahatan terakhirku.

Sepanjang hidupku, dan selama pelayananku sebagai imam dan uskup, aku selalu menyerahkan diriku kepada Bunda Tuhan kita, Santa Perawan Maria yang Terberkati. Karena itu, aku memohon agar jenazahku beristirahat–sambil menanti Hari Kebangkitan–di Basilika Kepausan Santa Maria Maggiore.

Aku ingin perjalanan akhirku di dunia ini berakhir di tempat suci Maria yang kuno ini, tempat di mana aku selalu berhenti untuk berdoa setiap kali memulai dan mengakhiri Perjalanan Apostolik, dengan penuh keyakinan menyerahkan niat-niatku kepada Bunda Tak Bernoda, dan mengucap syukur atas kasih sayangnya yang lembut dan keibuannya yang penuh perhatian.

Aku memohon agar makamku dipersiapkan di relung pemakaman yang terletak di lorong samping, antara Kapel Paulus (Kapel Salus Populi Romani) dan Kapel Sforza dalam Basilika ini, sesuai dengan rencana yang terlampir.

Makam tersebut hendaknya berada di tanah; sederhana, tanpa ornamen khusus, hanya memuat tulisan: Franciscus.

Biaya persiapan makam akan ditanggung oleh seorang dermawan, yang telah aku atur agar dananya disalurkan ke Basilika Kepausan Santa Maria Maggiore. Aku telah memberikan instruksi yang diperlukan terkait hal ini kepada Kardinal Rolandas Makrickas, Komisaris Luar Biasa Basilika Liberia.

Semoga Tuhan menganugerahkan balasan yang layak bagi semua yang telah mengasihiku dan yang terus mendoakanku. Segala penderitaan yang mewarnai bagian akhir hidupku ini, aku persembahkan kepada Tuhan–demi perdamaian dunia dan persaudaraan antar manusia. Santa Marta, 29 Juni 2022.

Terakhir….

Paus Fransiskus, Paus berhati Bapa, adalah Paus yang sangat dekat dengan orang miskin dan terpinggirkan. Ia telah mengasihi Gereja dan semua umat manusia dengan tulus hati. Paus Fransiskus menulis empat Ensiklik: Lumen Fidei, Laudato Si, Fratelli Tutti, dan Dilexit Nos.

Ia juga menulis beberapa Seruan Apostolik yang penting, misalnya Evengalii Gaudium, Christus Vivit, Patris Corde, Amoris Laetita dan sebagainya. Paus ini juga telah menetapkan tahun 2025 sebagai Tahun Yubileum dengan tema Peziarah Harapan.

Paus Fransiskus masih menulis pada awal bulan Ramadhan tahun  ini, yang disampaikan melalui  Departemen Dialog Antaragama:

“Masa puasa, doa dan berbagi ini merupakan kesempatan istimewa untuk lebih dekat dengan Tuhan dan memperbarui dalam diri nilai-nilai dasar keimanan, kasih sayang, dan solidaritas. Tahun ini Ramadhan sebagian besar bertepatan dengan masa Prapaskah, yang bagi umat Kristiani merupakan masa puasa, pemurnian dan pertobatan kepada Kristus. Kedekatan dalam kalender spiritual ini menawarkan kepada kita kesempatan istimewa untuk berjalan berdampingan, umat Kristiani dan Muslim, dalam jalan umum pemurnian, doa dan amal. Bagi kami umat Katolik, ini adalah sebuah sukacita berbagi momen ini dengan Anda, karena ini mengingatkan kita bahwa kita semua adalah peziarah di bumi ini dan bahwa kita semua berusaha untuk “mengupayakan kehidupan yang lebih baik.” Tahun ini kami ingin merenungkan bersama Anda bukan hanya tentang apa yang dapat kita lakukan bersama untuk “menjalani kehidupan yang lebih baik,” tetapi terutama tentang apa yang ingin kita capai bersama, sebagai umat Kristiani dan Muslim, di dunia yang sedang mencari harapan. Apakah kita ingin menjadi kolaborator sederhana untuk dunia yang lebih baik atau menjadi saudara dan saudari yang sejati, saksi bersama persahabatan Tuhan dengan seluruh umat manusia?

Lebih dari sekadar Bulan Puasa, kami umat Katolik memaknai Ramadhan sebagai sekolah transformasi batin. Dengan berpuasa makan dan minum, umat Islam belajar mengendalikan hawa nafsunya dan memberi perhatian utama pada nilai yang paling esensial. Di bulan ini disiplin spiritual menjadi sebuah kesempatan untuk menumbuhkan kesalehan, yaitu kebajikan yang membawa kita lebih dekat kepada Tuhan dan membuka hati kita kepada orang lain. Seperti Anda ketahui, dalam tradisi Kristen, Masa Suci Prapaskah merupakan ajakan untuk mengikuti jalan yang sama: melalui puasa, doa, dan sedekah, kita berupaya memurnikan hati kita dan terarah pada Dia yang menuntun dan mengarahkan hidup kita. Praktik spiritual ini, walaupun diungkapkan secara berbeda, sama-sama mengingatkan kita bahwa iman bukan hanya masalah sikap yang kelihatan, melainkan suatu jalan pertobatan batiniah…..

Dan kini ia harapannya akan hidup kekal yang selama ia wartakan dan saksikan sudah terpenuhi. Apa yang ia wartakan sudah tergenapi. Ia dimakamkan sehari sebelum pesta Kerahiman Ilahi,  karena hendak menggambarkan hidupnya yang sungguh menghadirkan kerahiman Bapa. Gereja Universal dan dunia berdukacita atas kepergian Paus ke-266 ini. Ya Tuhan, kami mohon, terimalah Bapa Paus Fransiskus dalam pelukan kasih-Mu. Selamat jalan Paus Fransiskus, doakan kami semua, para peziarah pengharapan.

Komentar Anda?

Related posts