Penulis dan Editor: Jefri Tapobali
PORTALNTT.COM, LARANTUKA – Subuh belum menjemput pagi, Agnes Niron Piran, warga Kampung Lewohala sudah berjalan keluar dari rumahnya sambil menenteng keranjang berisi beberapa lembar kain tenun ikat. Nenek berusia 67 tahun itu mengetuk pintu rumah tukang ojek, meminta diantar ke Kota Larantuka.
Selembar uang Rp 100.000 langsung ia serahkan kepada tukang ojek sembari meminta mereka segera berangkat. Dengan jeket lusuh ia membungkusi tubuh dari hawa dingin.
“Cepat e, saya mau ketemu Pa Gubernur, ” ujarnya.
Sekitar satu jam perjalanan, mereka tiba di Pasar Inpres Larantuka. Ia membentangkan selembar kain lalu menyusun kain tenun di atasnya. Kain tenun yang selama ini ia rajut sendiri.
Pasar Inpres Larantuka pada hari ini, Sabtu 9 April 2022 pagi, agak sedikit berbeda dari hari-hari sebelumnya. Bagaimana tidak di sepanjang area pasar tertancap umbul-umbul Bank NTT menghiasi area pasar.
Rupanya pasar Inpres Larantuka akan dikunjungi oleh orang nomor satu di Provinsi NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat.
Persiapan-persiapan oleh sejumlah karyawan Bank NTT untuk menyambut kedatangan Gubernur NTT bersama rombongan begitu menyemarakkan suasana pasar Inpres Larantuka.
Tepat pukul 08.00 wita, yang dinanti-nantikan Gubernur NTT yang akrab disapa VBL tiba bersama rombongan. Sementara di bawah tenda 4×6 telah menanti sejumlah pedagang pasar Inpres Larantuka.
Gubernur Laiskodat yang kala itu didampingi, Sekretaris Daerah NTT, Benediktus Polo Maing, anggota DPRD NTT, Alex Ofong, Bupati dan Wakil Bupati Flores Timur, staf khusus Gubernur NTT dan sejumlah kadis dari Pemprov tidak mengambil posisi di dalam tenda namun langsung melihat dari dekat aktifitas para pedagang yang begitu setia menanti para pembeli untuk menawarkan jualan mereka.
Satu persatu semua pedagang yang ada disapa oleh Gubernur NTT. Dialog antar pembeli dan penjual pun terjadi. Tanpa basa-basi dengan kerelaan hati yang luar biasa, Gubernur langsung membeli aneka jualan yang ada.
Wajah-wajah pedagang begitu sumringah. Mereka tak menyangka kehadiaran orang nomor satu di Provinsi NTT memberikan angin segar di pagi hari meskipun terik mentari menyengat kulit.
Seluruh barang jualan yang dibeli akhirnya diamankan oleh para staf dengan begitu sigapnya tanpa melewatkan satupun.
Inilah sebuah kebanggan yang dinantikan oleh masyarakat terhadap pemimpinnya, mau peduli dan turun langsung melihat kondisi masyarakatnya dan ikut ambil bagian dari keresahan yang melilit di hati mereka.
Setelah melakukan kunjungan ke seluruh pedagang yang ada di pasar Inpres Larantuka, Gubernur bersama rombongan kembali ke tenda yang sudah disiapkan oleh Bank NTT.
Nampak di sekitar tenda ada sejumlah pedagang yang telah setia menunggu kedatangan Bapak Gubernur bersama rombongan.
Nenek Agnes Niron Piran, salah satu penenun asal Desa Lewohala Kecamatan Ile Mandiri yang berdiri dengan sejumlah aneka tenunannya. Wanita paruh baya ini telah menunggu dengan setia Gubernur NTT jauh sebelum para pedagang yang lain datang untuk melakukan aktifitas usahanya.
Pada media ini, Nenek Agnes ketua Kelompok tenun ikat Katek Ina Desa Lewohala mengisahkan tentang ketekunan dirinya mengeluti usaha menenun sejak dirinya masih di bangku Sekolah Dasar (SD).
Sang ibu merupakan menthor ulung yang telah mewariskan bakat menenun untuknya. Sejak itu ia bertekad untuk melakukan aktifitas menenun sebagai bagian dari hidup.
“Saya merasa ada yang kurang dalam hidup ketika sehari tidak melakukan aktifitas menenun,” ungkap Nenek Agnes dengan polosnya.
Untuk menenun selembar kain Nenek Agnes membutuhkan waktu 1 bulan.
Kecintaannya terhadap tenun ikat telah menjadi bagian yang terpisahkan dari kehidupannya. Bahkan hal ini terbawa terus ketika dirinya telah berumah tangga dan memiliki 3 orang anak.
Meski usianya kini tidak muda lagi dan telah memiliki 5 orang cucu, Nenek Agnes tetap teguh memegang prinsip bahwa akan tetap menenun hinggap ajal menjemput. Sungguh ini suatu kekuatan mental yang begitu sempurna dari seorang wanita.
Sejak kepergian suami tercinta 4 tahun yang lalu, Nenek Agnes tidak pernah surut menyurutkan hatinya untuk berhenti menenun. Aparat pemerintah desa juga mendorong Nenek Agnes untuk mendirikan kelompok tenun ikat bersama ibu-ibu di desa Lewohala.
Sebagai ketua kelompok tenun ikat Katek Ina Desa Lewohala, Nenek Agnes menjadi sumber inspirasi yang terus menyemangati anggotanya untuk bertekun dan selalu memproduksi tenun ikat secara terus menerus tanpa mengenal lelah.
Keuletan dan kegigihan Nenek Agnes rupanya membuat Bank NTT sebagai Bank kebanggan seluruh masyarakat NTT dengan spirit Melayani Lebih Sungguh memberikan pendampingan bagi kelompok tenun ikat Katek Ina sebagai salah satu UMKM binaan Bank NTT yang harus tetap dikawal dan dibantu baik dari sisi permodalan maupun dalam sisi penjualannya.
“Saya merasa terbantu sekali dengan menjadi nasabah Bank NTT. Apalagi saat ini saya bersama anggota kelompok menjual hasil usaha kami menggunakan sistem pembayaran QRIS Bank NTT. Uang hasil jualan aman dan bisa ditabung,” jelas Nenek Agnes.
Nenek Agnes berharap Bank NTT terus membantu kelompok-kelompok tenun ikat yang ada di Larantuka baik dalam segi modal maupun dalam hal pemasaran.
“Tolong perhatikan dan bantu kami,” pinta Nenek Agnes mengakhiri pembicaraan dengan media ini.
Usai diskusi, stand milik Nenek Agnes didatangi oleh Gubernur NTT. Semua hasil tenunan diperhatikan secara saksama oleh Gubernur dan kemudian menanyakan nilai jual persarung.
Dengan muka berseri-seri Nenek Agnes menjelaskan semua hasil tenunannya secara rinci kepada Gubernur.
“Ini kain dari desa Lewohala. Ada sarung untuk laki-laki dan perempuan. Harga satu sarung Rp 1,5 juta,” jelasnya pada Gubernur. Dan Gubernur langsung membeli 3 buah sarung milik Nenek Agnes.
Wajah penuh bahagia tergambar dari wajah Nenek Agnes, karena hasil tenunannya laku terjual dan Ia bisa berbicara langsung dengan orang nomor satu di Provinsi NTT.
Gubernur NTT: Tenun Ikat Merupakan Karya Intelektual Bukan Kerajinan Tangan
Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan tenun ikat merupakan karya intelektual yang harus dibanggakan dan bukan merupakan kerajinan tangan.
“Tenunan ini sebuah karya intelektual bukan kerajinan tangan. Seperti Leonardo Da Vinci, pelukis ternama dunia yang memiliki lukisan-lukisan hebat. Ketika kita pergi ke luar negeri yang maju dalam lukisannya dan melihat lukisan yang hebat. Lukisan itu kita lihat di NTT, bagaimana lukisan itu dilukis dari atas kepala dan langsung terlihat dalam hasil tenunan yang hebat,” tegas Gubernur saat berkunjung di kampung adat Lewokluok.
Oleh karena itu, Gubernur meminta semua masyarakat NTT harus bangga terhadap hasil tenunan karena hanya orang-orang pintar saja yang mampu menghasilkan tenunan dengan motif yang indah tanpa mengunakan motif contoh.
“Kalau kita masyarakat NTT tidak merasa bangga dengan hasil tenunan yang dihasilkan oleh mama-mama yang hebat, jangan pernah berharap orang luar merasa bangga dengan tenunan yang kita pakai,” kata VBL.
Menurut VBL, salah satu kekurangan dalam pembangunan di NTT adalah kurangnya menarasikan kekayaan-kekayaan yang dimiliki di NTT secara optimis.
“Perlu kita belajar terus untuk memuat narasi-narasi yang positif, narasi optimis, untuk bisa kita membawa ke luar. Bila kita memiliki narasi optimis maka kita mempunyai adrenalin yang sangat baik, yang positif untuk kita melihat seluruh potensi itu, kita kerjakan dengan baik. Tapi kalau kita sudah pesimis maka kita juga akan membuat diri kita rendah, dan kita tidak mampu mengerjakan segala sesuatu karena kita sudah menyatakan kita tidak mampu,” tandas Gubernur.
Lebih lanjut dikatakan Gubernur, kunjungan kerja yang dilakukan selain membangun semangat masyarakat, memberikan edukasi-edukasi, juga mengambil langkah-langkah bila terjadi ketimpangan langsung dilakukan intervensi-intervensi pemerintah agar masyarakat bisa bertumbuh dan mandiri.
“Flores Timur rata-rata masyarakat memiliki kecepatan berpikir yang baik menjadi modal sosial yang besar tetapi tantangan yang dihadapi masih banyak tanah yang belum dikerjakan semaksimal mungkin karena itu kita terus mendorong lewat pertanian, peternakan. Selanjutnya potensi laut yang besar belum dikerjakan, tidak terlihat ada satu keramba yang dikerjakan. Kita akan menuju kesana,” kata mantan ketua Fraksi NasDem DPR RI ini.
Diakui Gubernur, selama ini belum dikerjakan karena pemerintah masih mempelajari hal-hal apa saja yang perlu dikerjakan di masing-masing daerah.
“Kita akan replikasikan semua hal yang dipelajari baik di Flores Timur, Lembata, Alor maupun di bagian utara pulau Flores. Begitu banyak di daerah Flores yang mampu dikembangkan budidaya ikan dengan baik,” tandasnya.
Usai melakukan diskusi dengan masyarakat, Gubernur NTT memborong semua hasil tenunan yang dipajang oleh para penenun. Nilainya terbilang fantastis, mencapai ratusan juta. Pasalanya harga perlambat kain tenun Rp 2,5 juta. Dan terdapat kurang lebih 50an tenunan.
Bertahun-tahun menenun, baru kali ini Nenek Agnes dan penenun lainnya mendapat hasil jualan yang memuaskan. Sentuhan Bank NTT yang membantu pemasaran karya mereka, telah mengubah lembaran kain itu menjadi rupiah.