Bentrok Antar Warga Desa di Wulanggitang, Uskup Larantuka Terjebak

  • Whatsapp

PORTALNTT.COM, LARANTUKA – Suasana keheningan rekoleksi yang dibawakan oleh Uskup Larantuka, Mgr. Frans Kopong Kung untuk sejumlah imam Keuskupan Larantuka di Hokeng, Boru-Flores Timur-NTT, Jumat (28/4/2017), berubah mencekam.

Kelompok masyarakat Desa Pululera, Kecamatan Wulanggitang, Flotim pada pukul 13.00 wita merangsek masuk ke halaman PT Renha Rosari Larantuka atau Rerolara Hokeng tempat uskup Frans sedang membawakan rekoleksi.

Mereka mengklaim tanah seluas 288 hektar yang saat ini sedang dikelola PT Rerolara, milik Keuskupan Larantuka, merupakan hak ulayat mereka. Karena itu, tanah itu harus dikembalikan kepada mereka.

PT Rerolara mengelola lahan tersebut berdasarkan Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan Pemda Flotim.

Melihat aksi warga Pululera, para imam dan karyawan perusahaan milik Keuskupan Larantuka itu berkumpul dan tenang di tempat.

Aparat kepolisian di halaman PT Rerolara berjaga-jaga menghentikan gelombang masyarakat Desa Boru dan Desa Nawokote.

Masyarakat dua desa ini menentang klaim yang dilakukan warga Desa Pululera.

“Yang membunyikan lonceng itu dari Suku Tukan (Pululera-red). Sudah beberapa kali mereka lalu lalang di kompleks ini, tapi kami diam saja,” kata Direktur PT Rerolara Hokeng Romo Aloisius Dore, Pr.

Uskup Frans di tengah situasi itu tampak santai dan tenang di kursinya.

Beberapa imam meninggalkan kursi, keluar masuk mengamati kelompok masyarakat Pululera yang berjalan di sekitar kompleks PT Rerolara.

Puluhan warga Desa Boru dan Nawokote, dengan kelewang dan potongan kayu di tangan berkumpul di jalan utama di depan PT Rerolara Hokeng.

Polisi terbagi di tiga kelompok. Kelompok pertama mencegah pergerakan masyarakat Pululera.

Kelompok lain menghentikan pergerakan masyarakat Boru dan Nawokote.

Baru saja polisi meminta masyarakat Boru dan Nawokote pulang, seorang tua dan anak muda berusia SMP lewat di halaman PT Rerolara.

Keduanya berjalan santai di antara dua kelompok yang hendak bertikai.

Para imam dan karyawan hanya menatap keduanya, yang kembali bergabung dengan masyarakat Desa Pululera.
Situasi Di Polsek Boru
Di Polsek Boru, kelompok masyarakat Boru tidak membiarkan Dominikus Tukan keluar dari Polsek.

Masyarakat menuding pengacara dari LBH Florata Maumere itu sebagai biang masyarakat Pululera mematok lahan yang dikelola PT Rerolara Hokeng tersebut.

Masyarakat meminta kepolisian memanggil Kepala Desa Pululera untuk berbicara apa yang diketahuinya tentang lahan itu.

“Ini masalah ulayat, harus diselesaikan secara adat,” kata Kepala Desa Boru, Benediktus Baran Liwu.

Benediktus dan aparat Polsek Boru dan Kapolres Flotim berupaya menenangkan massa yang marah terhadap pengacara di Polsek.

Sebelum Dandim 1624/Flotim Letkol Inf Dadi Rusyadi dan personel tiba di lokasi, situasi sudah tenang.

Meski demikian, masyarakat masih pada posisi di kelompoknya masing-masing.

Tepat Pukul 15.30 wita, masyarakat Pululera kembali masuk ke halaman PT Rerolara dan membunyikan lonceng.

Imam-imam dan Uskup Frans tampak tenang.

Sementara karyawan ketakutan dan panik. Mereka hentikan aktivitas dan duduk tidak jauh dari Uskup Frans.

Meski demikian, polisi dan TNI memastikan aktivitas lalu lintas berjalan normal.

Informasi yang dihimpun PortalNTT dilokasi kejadian, dua warga Boru terkena tembakan senapan angin.

Kedua korban sempat dilarikan ke Puskesmas Boru. Belum diketahui identitas korban.

Namun seorang korban memperlihatkan luka itu kepada masyarakat di Polsek Boru dan sempat memicu kemarahan warga.
(Ola)

Komentar Anda?

Related posts