PORTALNTT.COM,ADONARA- Toleransi dan keberagaman yang diyakini oleh masyarakat di Pulau Adonara lahir dari rahim budaya. Dan merupakan warisan nenek moyang mereka sejak zaman dahulu. Karenanya, kebudayaan dan toleransi menurut orang-orang di negeri tanah bermahar gading ini (sebutan untuk pulau Adonara) adalah dua hal yang saling berakibat. Ketidakharmonisan dalam praktik berbudaya, akan menimbulkan perilaku intoleran dalam masyarakat. Sebaliknya sikap intoleran akan menghambat ruang gerak dan ekspresi kebudayaan itu sendiri.
Sejatinya toleransi adalah sifat alami manusia. Toleransi menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat. Ia mengakar dalam keseharian masyarakat. Menjadi nilai-nilai yang mengatur etika dan prinsip-prinsip sosial.
Kebersamaan yang diperlihatkan umat Nasrani (Katolik) di Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur pada saat hari raya Natal dan Umat Muslim pada saat Halal Bil Halal hari raya Idul Fitri merupakan warisan dari nenek moyang. Masyarakat setempat (Adonara) tak membutuhkan aturan-aturan formal yang mengatur batas-batas toleransi. Nilai-nilai kebersamaan itu hanya diajarkan secara turun temurun. Tak ada hukum tertulis yang mengatur.
Kesadaran logis semacam inilah yang perlu dihidupkan kembali pada masyarakat kita. Tanpa kesadaran logis itu, toleransi tak bermakna apa-apa. Ia hanya menjadi toleransi yang dipaksakan. Hanya dengan toleransi semacam itulah yang membawa prinsip keadilan untuk semua umat beragama.
Masyarakat Adonara hingga kini masih setia menjalankan nilai-nilai budaya mereka serta mempraktikkannya dalam kehidupan nyata.
Acara Halal Bi Halal Hari Raya Idul Fitri di Witihama Mempererat Persaudaraan Antar Umat Beragama di Adonara
Beberapa lelaki berusia setengah abad bertelanjang dada mengapiti jalan raya dengan parang dan tombak di tangan. Tubuh yang dipanggang terika tak digubris. Nyaring gemerincing giring-giring mengiringi langkah rombongan Bupati Glores Timur menuju tenda Halal Bil Halal antar umat beragama di Nama Tukan, Desa Oring Bele, Kecamatan Witihama pada, Selasa (04/7/2017) lalu.
Hadir dalam acara tersebut, Kepala Desa se Kecamaan Witihama, Pengurus Dewan Pastoral Paroki Witihama, Pengurus Masjid Ar Taqwa, Ibu-Ibu Majelis Talim dan Ibu-Ibu St. Anna. Hadir mendampingi Bupati, Camat Witihama, Kapolsek Adonara, Dandim Larantuka, Anggota DPRD Flores Timur, Polikarpus Blolo, Akhmad Muktar, Sahr Libu Paty, dan turut hadir juga anggota DPRD NTT, Anwar Hajral.
Kebersamaan yang bernuansa toleransi ini diselenggarakan oleh Pengurus Masjid At-Taqwa dengan mengusung tema, Mengokohkan Silahturahim Antar Umat Beragama.
Awaludin Husein selaku Kepala Seksi Bimas Flotim dalam tauziah Halal Bil Halal menguraikan beberapa manfaat berpuasa.
“Selama sebulan kita menahan lapar dan dahaga, sesungguhnya kita sedang belajar untuk berempati bagi kaum papa. Selain itu, selama menjalani masa puasa kita juga sedang diuji untuk menahan amarah dan memberi maaf. Manfaat berpuasa akan kita jumpai setelah merayakan Idul Fitri,” ucap Awaludin Husein sembari menyunting senyum tipisnya. Beliau pun menegaskan, masyarakat Adonara, Flores Timur, NTT tidak semestinya tersuluti dengan gonjang-ganjing Pilkada DKI.
Akhmad Muktar yang mewakili suara umat Islam menyampaikan bahwa, perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Dikatakannya Nenek moyang Adonara telah mewarisi toleransi sedia kala. Salah satu contoh sederhana dan menyata bahwa pembangunan Masjid dan Gereja di Witihama merupakan kolaborasi kerja sama antar kedua umat beragama.
“Momentum hari ini merupakan upaya kolektif kita untuk menggemburkan pohon toleransi warisan leluhur di tengah gempuran globalisasi yang menggerus toleransi di Indonesia, ucap Akhmad yang pernah menjabat Kepala Desa dengan yakin.
Romo Amtus Witak dalam sambutan mewaklili suara umat Katolik mengatakan,bicara toleransi tidak sebatas merayakan kebersamaan Halal Bil Balal di bawah tenda. Toleransi tidak untuk diperdebatkan. Toleransi semestinya dipraktekan.
“Mudah-mudahan kita yang berada di bawah tenda kebersamaan ini dimampukan menjadi pelaku toleransi di lingkungan kita masing-masing,” ajak Pastor Paroki Witihama ini.
Sementara itu Buapati Flores Timur, Anton Hadjon dalam sambutannya mengumpamakan, perbebdaan dan keberagaman ibarat taman.
Bunga yang beraneka warna kata Anton Hadjon, akan terlihat indah jika semua umat beragama tekun merawat dan merangkainya dengan hati. Serupa perbedaan yang mestinya diserasikan agar menghasilkan sebuah haromoni keindahan taman.
“Pulau Flores yang dijuluki Nusa Bunga akan menjadi taman toleransi yang memikat hati dunia luar. Dari Witihama, Adonara, Flores Timur, Lamaholot kita hembuskan wangi toleransi,” harap Anton.
Puncak dari kebersamaan Halal Bil Halal antar umat beragama ini ditandai dengan sole oha pada malam hari. Semua masyarakat melebur subur memangku tangat erat lekat membentuk lingkaran berlapis-lapis. Hentakan tubuh dan syaduh sastra lisan di pusat malam seolah membawa hati mudik kepada kemurnian toleransi yang sudah diteladani para leluhur. (Ola)