Tim Kuasa Hukum Tersangka Kasus Pengadaan Masker Covid di Rote Ndao Ajukan Praperadilan

  • Whatsapp
banner 468x60

Penulis: Daniel Timu

Editor: Jefri Tapobali

PORTALNTT.COM, ROTE NDAO – Dua orang tersangka kasus pengadaan dalam dugaan kasus pengadaan masker Covid-19 Tahun Anggaran 2020 di Kabupaten Rote Ndao yang telah ditahan oleh Kejaksaan Negeri Rote Ndao mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Rote Ndao.

Kedua tersangka yakni, YMKT selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dan TIRM selaku Penyedia Barang (pihak ketiga) secara resmi mengajukan praperadilan melalui Tim Kuasa Hukum mereka Yanto M.P Ekon, SH, M.Hum & Partners.

Sesuai dengan informasi yang diterima media ini dari laman website SIPP Pengadilan Negeri Rote Ndao, Gugatan Praperadilan dari kedua tersangka tersebut telah terdaftar di Pengadilan Negeri Rote Ndao pada Rabu (7/8/2024) dengan Nomor Perkara : 1/Pid.Pra/2024/PN Rno dan klasifikasi perkara adalah terkait dengan “Sah atau tidaknya penetapan tersangka” yang sidang perdananya dijadwalkan pada tanggal 20 Agustus 2024 nanti.

Dalam gugatan tersebut, terdapat 9 (sembilan) petitum permohonan yang diajukan para tersangka berdasarkan fakta dan alasan-alasan yuridis sebagaimana diuraikan dalam berkas gugatan kepada Ketua Pengadilan Negeri Rote Ndao dan/atau Hakim yang ditetapkan memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan tersebut.

Sementara itu, sesuai dengan rilis pers dari yang diterima media ini dari Tim Kuasa Hukum Yanto M.P Ekon, SH, M.Hum & Partners menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi dasar bagi pihaknya mengajukan gugatan praperadilan penetapan kedua kliennya sebagai tersangka.

Yanto Ekon menjelaskan bahwa syarat  penetapan tersangka dan penahanan harus didasari atau didahului alat bukti permulaan minimal 2 alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP.  Dalam proses penyidikan suatu perkara harus dilakukan pengumpulan bukti untuk membuat terang suatu tindak pidana, serta menemukan dan menetapkan tersangka.

Menurut Yanto Ekon, Surat Perintah Penyidikan haruslah mendahului penetapan tersangka karena penetapan tersangka merupakan akhir dari suatu penyidikan tindak pidana dan harusnya setelah penetapan tersangka tidak perlu lagi Surat Perintah Penyidikan, tapi dilakukan pemberkasan untuk melanjutkan perkara itu ke tingkat penuntutan.

Apabila ternyata setelah penetapan tersangka, kemudian diterbitkan lagi Surat Perintah Penyidikan maka menjadi bukti formil bahwa setelah penetapan tersangka barulah penyidik mencari dan mengumpulkan bukti atau dengan penerbitan Surat Perintah Penyidikan setelah penetapan tersangka atau bersamaan dengan penetapan tersangka maka secara yuridis formil penetapan tersangka oleh penyidik tidak didasari alat bukti permulaan yang cukup dan hal ini tentunya bertentangan dengan Pasal 1 ayat 2, ayat 14 dan Pasal 21 ayat 1 KUHAP.

“Faktanya Penyidik Kejaksaan Rote Ndao menetapkan YMKT dan TIRM sebagai tersangka dan dilanjutkan dengan penahanan pada tanggal 29 Juli 2024, dan dalam waktu yang bersamaan Penyidik terbitkan lagi Surat Perintah Penyidikan atas nama YMKT Nomor: Print-89/N.3.23/Fd.2/07/2024, tanggal 29 Juli 2024 dan Surat Perintah Penyidikan atas nama TIRM Nomor: Print-90/N.3. 23/Fd.2/07/2024, tanggal 29 Juli 2024,” jelas Yanto Ekon.

“Kedua Surat Perintah Penyidikan ini termuat secara jelas dalam konsiderans mengingat dari Surat Perintah Penahanan terhadap kedua tersangka dan membuktikan bahwa sebenarnya penetapan tersangka oleh Penyidik Kejaksaan Negeri Rote Ndao atas diri kedua tersangka tidak cukup bukti, sehingga setelah penetapan tersangka barulah penyidik mencari dan mengumpulkan bukti,” tambah Yanto Ekon, menjelaskan.

Lebih lanjut, Yanto Ekon menjelaskan bahwa ternyata setelah penetapan  tersangka dan dilanjutkan dengan penahanan pada Senin (29/7/2024) barulah penyidik memanggil saksi-saksi untuk diperiksa. Padahal ending dari penyidikan suatu tindak pidana adalah penetapan tersangka, bukan tetapkan tersangka barulah mencari dan mengumpulkan bukti.

Anehnya lagi YMKT dipanggil oleh Penyidik untuk didengar dan diperiksa sebagai Saksi tanggal 29 Juli 2024 dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan masker pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Rote Ndao Tahun Anggaran 2020.

Namun berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/N.3.23/Fd.2/07/2024, tanggal 29 Juli 2024, YMKT ditetapkan sebagai tersangka pada Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dana APBDes Desa Helebeik Tahun Anggaran 2021- 2022. Sedangkan YMKT tidak pernah diperiksa baik sebagai saksi maupun tersangka terkait dengan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dana APBDes Desa Helebeik Tahun Anggaran 2021- 2022.

“Kalau Penetapan Tersangka saja tidak sah, maka otomatis Penahanan tersangka tentu tidak sah. Sehingga, keluarga meminta kami mewakili mereka untuk melakukan perlawanan lewat ppraperadilan,” ujar Yanto M. P. Ekon, SH, M.Hum.

Yanto Ekon juga menjelaskan bahwa kewajiban penyidik untuk memeriksa seseorang sebagai calon tersangka sebelum menetapkan menjadi tersangka itu sudah ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015. Namun yang terjadi adalah YMKT hanya diperiksa sebagai saksi terhadap apa yang dilakukan oleh TIRM dan TIRM diperiksa sebagai saksi terkait apa yang dilakukan oleh YMKT dan langsung Penyidik Kejaksaan Negeri Rote Ndao menetapkan keduanya menjadi tersangka.

Berdasarkan alasan tersebut Tim Penasihat Hukum dari kedua tersangka tersebut mengajukan gugatan praperadilan. Tetapi menurut Yanto Ekon jika Sidang perdana perkara mendahului praperadilan maka pihaknya juga akan ajukan eksepsi pada sidang di Pengadilan Tipikor nanti. Demikian press Realese yang di terima media ini lewat pengacara Yanto M.P Ekon,SH, M.Hum, & Partners.

Komentar Anda?

banner 300x250

Related posts

banner 468x60