Memahami Makna Sengsara, Wafat dan Kebangkitan Yesus

  • Whatsapp
banner 468x60

Oleh: Drs. Fransiskus Sili, MPd, SMK Negeri 5 Manado

Sengsara dan Wafat Yesus adalah suatu peristiwa historis. Kisah ini ditulis oleh para murid yang adalah saksi terdekat peristiwa penangkapan dan penyaliban Yesus dan dituliskan kembali dengan bimbingan Roh Kudus dalam Kitab Suci. Meskipun demikian kisah ini tidak menyampaikan kepada kita kronologi peristiwa itu, melainkan makna peristiwa itu bagi Jemaat. Sengsara  dan wafat Yesus adalah Tanda Agung Kehadiran Kerajaan Allah, sebagai perwujudan paling konkret bagaimana Allah mencintai dan mau menyelamatkan manusia.

Sementara itu kebangkitan Yesus adalah suatu peristiwa metahistoris karena melampaui yang historis dan diakui sebagai peristiwa iman. Tak ada saksi-saksi dan laporan faktual mengenai peristiwa itu. Akan tetapi dengan mantap dan berani para murid memberikan kesaksian bahwa Yesus sungguh telah bangkit dan mereka adalah saksi-saksinya.

Kebangkitan Yesus adalah sungguh suatu kenyataan tapi hanya dapat ditangkap dengan iman. Fakta kubur kosong menjadi akibat dari kebangkitanYesus. Dan dengan bangkit Yesus hidup kembali. Untuk membuktikan bahwa Ia sungguh hidup kembali, Yesus menampakkan diri pada muridNya. Inilah peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar iman kita.

Sengsara dan Wafat Yesus sebagai peristiwa historis

Sengsara dan Wafat Yesus sebagai Peristiwa historis. Dapat dijelaskan sedikit bahwa peristiwa itu disaksikan oleh para Murid. Isi dari kesaksian mereka kemudian dengan inspirasi Roh Kudus dceritakan secara lisan, kemudian dituliskan dan dibukukan dalam bentuk kitab dan yang disebut Kitab Suci. Karena itu di dalam kitab suci laporan tentang rangkaian peristiwa penangkapan Yesus, pengadilan, sengsara dan wafat Yesus ditemukan secara rinci dan jelas.

Di samping itu yang menjadi bukti adalah bahwa peristiwa itu terjadi dalam masa pemerintahan Ponsius Pilatus, Wali negeri Roma atas bangsa Yahudi. Dalam Syahadat tertulis pernyataan demikian “… Yesus Kristus, yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan dan dimakamkan. Yang turun ke tempat penantian, pada hari ketiga bangkit dari orang mati…”.

Kalau kita perhatikan pernyataan iman di atas, pertanyaan yang muncul adalah mengapa tokoh yang disebutkan justeru Pilatus, bukan tokoh suci seperti para rasul. Karena Pilatus adalah tokoh kafir, yang menjatuhkan hukuman mati secara tidak adil kepada Yesus. Namanya terus disebutkan dan diingat setiap kali kita berdoa Syahadat.

Menurut E. Martasujita Pr, dalam buku Mencintai Yesus Kristus, (2001:97), penyebutan ini bukanlah suatu kebetulan. Menurutnya, maksud utamaanya adalah untuk memberikan pernyataan bahwa Yesus itu sungguh-sungguh tokoh historis. Dia pernah ada dalam sejarah umat manusia. Di samping untuk menekankan historitas Yesus, penyebutan Pontius Pilatus juga hendak menempatkan Yesus dalam sejarah umum, kapan Yesus itu pernah hidup dan ada dalam sejarah umat manusia. Dia wafat pada zaman Pontius Pilatus, yaitu sekitar tahun 26-30, rentang waktu dimana  Pontius Pilatus menjadi Gubernur Romawi untuk  provinsi Yudea.
 
Yang terpenting  bukan pada peristiwanya, melainkan makna terdalam dari kisah historis itu. Dalam konteks iman kristiani, sengsara dan wafat Yesus memiliki sejumlah makna. Pertama, Kematian Yesus adalah Konsekuensi Langsung dari PewartaanNya. Kematian Yesus tidak dapat dilepaskan dari seluruh perjalanan karya dan hidupNya.

Yesus sudah mengetahui bahwa penderitaan dan sengsara yang ditanggungNya dan bahwa Ia sendiri sudah mengemukakan kepara para muridNya (sebanyak tiga kali) bagaimana Ia akan menderita, wafat dan disalibkan. TugasNya untuk mewartakan dan menghadirkan Kerajaan Allah melalui sabda dan perbutan akan membawaNya kepada penderitaan. Puncak pernyataan diri Yesus tentang kematianNya yang akan segera datang diperlihatkan ketika Dia makan bersama dengan para muridNya dalam perjamuan malam terakhir. Perjamuan Malam terakhir mengantisipasi penyerahan hidup Yesus.

Semuanya itu dihadapi Yesus dengan tegar. Dari kisah sengara kita tahu bahwa pada awalnya Yesus menghadapi dua pilihan. Dan di taman Getsemani  Dia berjuang menerima atau menolak konsekuensi atas tugas perutusanNya. Namun Yesus dalam sikap penyerahan diri yang total berkata: “Ya BapaKu, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini daripadaKu, tetapi bukan kehendakKu, melainkan kehendakMulah yang terjadi”. Yesus sadar bahwa misi Kerajaan Allah harus dilaksanakan dengan cara yang dipilih oleh BapaNya.

Sikap penyerahan diri dan ketegaran Yesus diperlihatkan dalam proses pengadilan. Ia tidak lari kejahatan yang dihadapiNya. Ia tinggal dalam kejahatan dan di situlah Ia memberitakan Injil Kerajaan Allah. Ia mewartakan pembebasan dan pengampunan: “Ya Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”.

Kerelaan Yesus dalam menghadapi kematian mencapai puncaknya dalam penyerahan hidupNya, ketika Ia berseru dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu”. Kerelaan ini sekaligus juga menjadi ajakan untuk para pengikutNya: “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memanggul salibnya setiap hari dan mengikuti Aku”.

Kedua, Wafat Yesus sebagai Tanda Ketaatan dan KesetiaanNya pada Bapa.

Bagi umat kristen pertama, wafat Yesus di salib tidak dipandang sebagai peristiwa yang disebabkan semata-mata oleh faktor-faktor duniawi. Dalam terang kebangkitan umat perdana menyadari bahwa di balik sabda Yesus pada waktu perjamuan malam terakhir terdapat kehendak dan rencana Ilahi seperti sudah dinubuatkan dalam kitab suci: penyaliban Yesus merupakan konsekuensi dari sabda dan tindakan Yesus dalam mewartakan kebaikan Allah.Karena itu Ia tidak membalas kejahatan dengan kejahatan.

Para murid Yesus diberi teladan untuk memberikan pengampunan dan untuk menyerahkan nyawa sebagai wujud kesetiaan terhadap tindakan demi Kerajaan Allah.

Tugas untuk mewartakan Kerajaan Allah menuntut kesetiaan dengan taruhan nyawa. Karena itu peristiwa salib yang membawa kematian Yesus bukanlah kegagalan melainkan suatu tahap yang menentukan dalam karya penyelamatan Allah. Melalui wafat Yesus di salib, dosa dan kejahatan manusia  juga dimatikan.

Wafat Yesus menjadi peristiwa penyelamatan yang membaharui hidup manusia, karena setelah wafatNya, Allah tidak meninggalkan Dia. SingkatNya, melalui sengsara dan wafatNya, Yesus ingin membuktikan kesetiaan dan ketaatan seorang hamba yang menderita, seperti dalam Yes. 53: 10-12.
Ketiga, Kematian Yesus adalah Tanda SolidaritasNya dengan Manusia
Orang-orang Yahudi yang memberontak terhadap pemerintah Romawai akan menerima hukuman salib apabila tertangkap. Salib menjadi lambang kejahatan. Tetapi menurut Paulus, bagi orang-orang yang percaya akan Allah, peristiwa Yesus disalibkan mempunyai arti baru.

Untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi maupun orang yang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmah Allah. Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmahnya daripada manusia (1Kor. 1:24-25). Dalam diri Yesus yang wafat di salib itu Allah berkarya. Salib Yesus tak terpisahkan dengan datangnya Kerajaan Allah. Yesus mati disalibkan supaya Kerajaan Allah dapat datang.

Dalam peristiwa salib, kita dapat mengenal penyertaan Allah dalam hidup manusia. Allah yang berbelas kasih tak pernah meninggalkan manusia. Sekalipun manusia mengalami kesengsaraan dan penderitaan, Allah tetap menjadi Allah beserta kita (Imanuel). Kesengsaraan dan wafat Yesus menjadi tanda agung kehadiran Kerajaan Allah karena memberi kesaksian siapa diri Allah sebenarnya: Allah yang maha kasih. Allah dalam diri Yesus telah solider dengan manusia sedalam-dalamnya. Ia telah senasib dengan manusia sampai pada kematian, bahkan kematian yang paling hina. Tidak ada wujud solidaritas yang lebih final dan lebih hebat dari itu. Yesus rela mati di salib di antara dua penjahat. Ia telah menjadi manusia, sama dengan kaum tersisih dan terbuang.
Terakhir, Kematian Yesus Menyelamatkan Manusia. Melalui wafat Yesus, manusia diundang untuk ambil bagian dalam cinta Allah. Wafat  Yesus menjadi jembatan yang selama ini putus akibat dosa manusia. Dosa yang menghalangi manusia untuk mengalami cinta Allah telah dihapuskan melalui wafat Yesus di salib. Allah menyelamatkan manusia dari belenggu dosa. Peristiwa penyelamatan ini membuat manusia menjadi ciptaan baru. Wafat Yesus telah menguduskan manusia.

Penyerahan diri Yesus kepada Allah telah mempersatukan kita kembali dengan Allah.Telah terjadi rekonsiliasi antara kita dengan Allah dengan kematian Yesus di salib waktu Ia berseru mewakili kita sebagai pendosa: “AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Daku”. Dengan memberikan AnakNya untuk dosa-dosa kita, Tuhan mengungkapkan rencanaNya kepada kita yang dicintaiNya: “Inilah kasih itu: bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita, dan yang telah mengutus anakNya sebagai perdamaian bagi dosa-dosa kita” (1Yoh. 4:10). “Allah menunjuk kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rom. 5:8). Kristus mati untuk semua orang tanpa kecuali sesuai dengan rencana Allah.

Kebangkitan Yesus: suatu peristiwa metahistoris, misteri iman


 

Akan tetapi kebangkitan bukan merupakan suatu peristiwa historis, melainkan suatu peristiwa yang metahistoris (meta=melampui, historis=sejarah, melampaui sejarah), karena ia adalah suatu peristiwa iman, bahkan menjadi misteri iman terbesar. Terdapat beberapa alasan mendasar:

❖ Perjanjian Baru mewartakan tentang kebangkitan bukan pertama-tama sebagai suatu laporan historis melainkan sebagai pernyataan iman gereja perdana.

❖ Kebangkitan juga bukan merupakan suatu peristiwa yang netral,  melainkan suatu kenyataan, tetapi kenyataan ini hanya dapat ditangkap dengan iman.

❖ Para murid melaporkan atau mewartakan kebangkitan Yesus bukan pertama-tama atas dasar bukti-bukti historis-faktual-rasional, melainkan sebagai kesaksian iman gereja perdana. Mereka mewartakan hal itu lebih sebagai suatu kesaksian: “…tentang hal ini kami adalah saksi-saksinya” (Kis. 2:32)

Untuk menjelaskan kenyataan iman ini, Kitab Suci menggunakan dua kisah. Pertama, kisah Kubur Kosong. Kisah kubur yang kosong (lih. Mrk. 16:1-8; Mat28:1-10; Luk. 24:1-12; Yoh. 20:1-18) tidak berarti apa-apa. Dia bukanlah bukti kebangkitan, melainkan konsekuensi kebangkitan. Karena Yesus bangkit maka kuburNya kosong. Bagi orang beriman, makam kosong merupakan tanda yang membutuhkan keterangan lebih lanjut supaya menjadi bermakna. Apa yang diwartakan melalui makam kosong adalah kebangkitan Kristus sebagai misteri penyelamatan Allah. karena kebangkitan Yesus maka kubur kosong, dan dengan demikian kubur kosong adalah akibat kebangkitan Yesus.

Kisah kedua, Kisah Penampakan Yesus. Dengan kebangkitanNya, Yesus hidup kembali. Untuk membuktikan bahwa Ia sungguh bangkit dan hidup kembali, Yesus menampakan diri. Penampakan adalah tanda bahwa Yesus bangkit dan hidup kembali.
 
Yesus Bangkit pada Hari Ketiga
Dalam syahadat Gereja Katolik, baik yang pendek  maupun yang panjang, ditemukan rumusan yang menyatakan bahwa Kristus wafat dan dimakamkan, bangkit pada hari ketiga. Dalam syahadat yang pendek, masih ditambahkan keterangan dari antara orang mati; dan dalam syahadat yang panjang ditambahkan menurut Kitab Suci. Istilah ”hari ketiga” secara biblis mau menyatakan  makna soteriologis, makna keselamatan. Artinya, Orang Benar itu menghadapi ketegangan realitas. Di satu pihak menderita dan berada dalam kesesakan maut, namun di lain pihak percaya dan berharap akan kasih setia Allah yang selalu melewati umatNya dan menyelamatkan orang benarNya.

Kalau iman Gereja mewartakan Yesus bangkit pada hari ketiga, maka jelaslah Gereja mau  mengungkapkan keyakinan ini: Allah akan bertindak pada orang benarNya, yaitu Yesus. Allah membebaskan Dia dari kesesakan maut dan penderitaanNya dengan  membangkitNya dari kematian. Dengan demikian, kebangkitan Yesus merupakan suatu peristiwa keselamatan Allah sendiri, karena Allah bertindak menyelamatkan umatNya yang berada dalam kesesakan. Jadi, kebangkitan Yesus pada hari ketiga menjadi titik puncak sejarah keselamatan Allah yang menentukan, karena di sana secara nyata diungkapkan kesetiaan, kebenaran, keadilan dan kasih Allah sendiri. Inilah inti pokok hari ketiga saat Yesus bangkit dari wafatNya.

Secara ringkas, terdapat sejumlah arti dan makna Kebangkitan Kristus bagi iman kita. Kebangkitan Yesus melegitimasi hidup, karya dan pewartaanNya. Juga menggarisbawahi PribadiNya beserta apa yang telah diajarkan dan dilakukanNya secara definitif: Ia Juru Selamat, Pengantara Allah dan manusia.

KebangkitanNya menunjukkan pemenuhan janji-janji Allah sejak zaman dahulu. KebangkitanNya menegaskan Ke-Allah-an Yesus. Dengan kematian Ia mengalahkan maut dan dosa. Dengan kematian Ia membuka pintu menuju hidup baru yang membuat kita kembali hidup di hadirat Allah. Kebangkitan Kristus adalah sebab dan dasar yang pokok dari kebangkitan kita yang akan datang.

 
Makna Penampakan Yesus


 

Untuk memahami arti penampakan Yesus, pentinglah bagi kita mengenal situasi dasar para murid Yesus. Para murid adalah saksi-saksi terdekat peristiwa penangkapan, sengsara dan penyaliban serta wafat Yesus, Guru mereka. Peristiwa ini sungguh menguncang iman mereka. Mereka kehilangan harapan dan pegangan. Iman mereka akan Yesus buyar. Dalam situasi ini Yesus hadir di tengah mereka untuk menguatkan dan memberikan semangat baru kepada mereka. Di sana mereka mulai menemukan cara baru terhadap misteri hidup dan karya Yesus.

Arti dan Makna terdalam dari Penampakan Yesus: Yesus yang bangkit sungguh masuk ke dalam kemuliaan BapaNya dan hidup sebagai Roh. Sebagai Roh Ia tak dapat lagi dilihat dengan mata atau ditangkap secara indrawi. Akan tetapi dengan bantuan rahmatNya para murid dapat melihat kembali Yesus, yang sebenarnya tak dapat dilihat. Dengan menampakkan DiriNya Ia memperlihatkan bahwa Ia tetap menyertai para MuridNya dengan kematianNya.

Secara umum kita mengenal ada 3 unsur pokok dalam Kisah Penampakan
❖ Prakarsa/Inisiatif.
Inisiatif selalu datang dari Yesus. Ia sendiri yang memprakarsai penampakan itu. Dikatakan Yesus menampakkan diri atau memperlihatkan diri. Istilah ini dipakai para penginjil untuk menunjukkan dua hal. Pertama, bahwa sesuatu yang biasanya tidak kelihatan, kini dijadikan kelihatan (sesudah kebangkitan, Yesus tidak termasuk lagi dalam dunia ini yang kelihatan, maka supaya dapat dilihat oleh para murid, Ia harus menjadikan diriNya kelihatan). Kedua, penglihatan para murid yang melihat Tuhan setelah kebangkitanNya itu bukanlah suatu penglihatan biasa.

❖ Unsur pengakuan
Yesus dikenal dan diakui sebagai sang Kristus Tuhan. Dia yang menampakkan DiriNya itu sebagai tak lain tak bukan Yesus dari Nasareth. Dia kini hidup, melampaui sengsara dan wafatNya (bdk. Luk. 24:46, Kis. 2:23-32, Mat. 28:17, Luk. 24:52 dan Yoh. 20:17).

❖ Unsur Kesaksian
Para rasul menerima tugas dari Tuhan untuk memaklumkan keTuhananNya. Unsur inilah yang melandasi fungsi keduabelas rasul. Prinsip Apostolik dinyatakan dengan tegas dalam penampakan utama kepada Petrus dan kesebelas. Para wanita sesudah mengalami penampakan, melaporkan peristiwa itu kepada para rasul. Ini berarti kewibawaan apostolik sudah diakui.

Penutup

Misi pokok Yesus adalah mewartakan tentang Kerajaan Allah dan memberikan kesaksian pemerintahan Allah dan kerajaanNya. Ia menjalankanNya dengan kesetiaan dan ketaatan dengan mengakhiri hidupNya di salib. Akan tetapi karena kesetiaan dan ketaatanNya pada kehendak BapaNya ini, maka Allah membangkitkan Dia dan mempermuliakan Dia. Semuanya membuktikan bahwa Allah membenarkan semua pewartaan dan karya Yesus.

Memasuki Tri Hari Suci, sebagai perayaan misteri puncak iman kita, baiklah kita ingat  bhjwa kita pun dipanggil untuk menjalani hidup dan karya kita menurut teladan Yesus: mengasihi dan mengampuni tanpa syarat. Kita menerima Allah sebagai Raja, kekuatan dan Becking. Inilah yang kiranya menjadi kekuatan di hari-hari ini ketika menyaksikan berbagai peristiwa yang menantang iman kita. Kita dipanggil untuk mencintai sesama tanpa batas-batas, siapapun dia, termasuk mereka yang hendak mengancam eksistensi dan iman kita. Kita berjuang demi pemerdekaan manusia, pembebasan dalam arti sesungguh yang kaya dan mendalam.
 

Komentar Anda?

banner 300x250

Related posts

banner 468x60