Fr. Yudel Neno (Anggota forum Areopagita Seminari Tinggi Santo Mikhael Penfui Kupang)
Segala urusan adat yang dilakukan khususnya di daerah Timor, pada umumnya erat kaitannya dengan status Atoin Amaf. Boleh dikatakan tak sedikit pun aktivitas adat dapat lolos dari peran Atoin Amaf. Atoin Amaf dalam budaya Timor merupakan orang yang dituakan karena status mereka. Mereka yang berstatus sebagai Om (saudara dari ibu, entah saudara kandung maupun saudara sepupu) mereka inilah yang disebut sebagai Atoin Amaf. Perlu diakui bahwa peranan Atoin Amaf ini sangat penting terutama dalam segala urusan yang berkaitan dengan para ponakan atau anak-anak dari saudari kandung (sepupu).
Pernyataan kritisnya adalah pada beberapa tempat kepedulian Atoin Amaf terhadap para ponakan banyak hanya dalam urusan adat dan pernikahan. Hanya sedikit saja yang peduli dengan pendidikan para ponakan. Kenyataan seperti ini, hemat saya perlu dibenahi. Status sebagai Atoin Amaf sebaiknya tidak sekedar digunakan dengan sistem tepa di akhir melainkan juga mesti star dari awal dengan perhatian yang penuh terhadap pendidikan dan pembinaan para ponakan. Atoin Amaf-Budaya Patriarkat Tak dapat dipungkiri adalah budaya patriarkat yang begitu tinggi dalam praktek-praktek adat. Segala pembicaraan yang berkaitan dengan urusan khususnya menjelang pernikahan hanya oleh dan boleh dilakukan sejauh Atoin Amaf sudah hadir. Begitu banyak kesulitan dan bahkan bertendensi pembatalan jika Atoin Amaf tidak hadir. Sampai di sini, ada kejanggalan-kejanggalan yang perlu dibongkar agar seorang Atoin Amaf jangan berlarut-larut dalam salah pemfungsian statusnya.
Mempersulit Seringkali terjadi bahwa status Atoin Amaf dipergunakan untuk sengaja mempersulit keadaan dan kegiatan. Urusan pernikahan misalnya, selalu ada soal, jika ada soal sebelumnya dengan Atoin Amaf. Urusan belis misalnya, selalu ada soal jika belum ada persetujuan dari Atoin Amaf. Maksudnya adalah bukan untuk menyangkal peran Atoin Amaf tetapi bahwa sistem peran dengan metode mempersulit seperti ini perlu dibenahi karena sudah tidak memadai lagi. Memperkaya Status Atoin Amaf sering dijadikan sebagai kekuatan untuk memperkaya diri. Tidak sedikit pula, segala kebijakan yang dilakukan Atoin Amaf bertujuan untuk memperkaya diri. Fenomena yang paling jelas nampak adalah kebijakan yang ditempuh terkait dengan sistem belis. Secara pribadi saya sepakat bahwa belis perlu ada sebagai penghargaan yang layak bagi jasa-jasa kedua orang tua. Persoalannya adalah belis mulai menjadi bisnis dengan kepala bisnisnya adalah Atoin Amaf. Kebijakan bahkan diatur sedemikian rupa sehingga Atoin Amaf selalu punya lebih. Fenomen seperti ini pun perlu dibenahi karena sudah tidak memadai lagi.
Otoriter-Menekan-Mengancam Status Atoin Amaf pun sering dipakai untuk menekan dan mengancam keluarga. Tingginya budaya patriarkat ini seolah-olah melayakkan penggunaan kuasa secara otoriter. Banyak kebijakan otoriter yang jika ditelisik lebih dalam, menyisakan rasa sakit hati yang luar biasa terhadap para orang tua kandung. Para ponakan seringkali memaklumi saja sistem otoriter dari Atoin Amaf dengan kecemasan kelak akan ketidakterlibatan Atoin Amaf dalam urusan yang berkaitan dengan dirinya. Para orang tua pun seringkali menerima begitu saja sikap marah-marah Atoin Amaf dengan perhitungan demi kenyamanan segala urusan yang berkaitan dengan anak-anaknya. Para Atoin Amaf akhirnya terkesan merasa selalu lebih dari yang lain. Persoalan seperti ini perlu dibenahi karena sudah tidak memadai lagi untuk dipraktekkan. Seruan Filosofis Secara filosofis, patut direnungkan bahwa kebenaran pada prinsipnya tidak bergerak menurut status. Status Atoin Amaf bukanlah jaminan untuk kebenaran kebijakannya. Karena itu, para Atoin Amaf pun mestinya berlapang dada untuk menerima masukan dan kritikan demi perbaikan selanjutnya. Sesungguhnya mau ditegaskan bahwa pada prinsipnya kebenaran tidak bergerak menurut status. Kebenaran bergerak menurut martabat. Walaupun Atoin Amaf tetapi martabatnya sama dengan yang lain. Status akan kekurangan nilai etisnya atau nilai kemanusiaan jika status itu dipergunakan untuk menyombongkan diri atau untuk merendahkan dan melemahkan martabat manusiawi pihak lain.
Pada akhirnya, saya ingin mengatakan bahwa tulisan ini sama sekali tidak bermaksud untuk menyangkal adanya Atoin Amaf dan menyangkal keterlibatan Atoin Amaf dalam urusan adat. Tetapi hemat saya, siapapun dia, jika ada kesalahan, kekeliruan atau maksud lainnya yang dengan sengaja dilakukan untuk merendahkan martabat manusia lainnya, terhadap persoalan dan aktivitas seperti ini, kita tidak boleh tinggal diam dan menerima begitu saja.